Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong mengingatkan penjabat kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk dapat menjaga netralitas selama tahapan Pilkada 2024 berlangsung.
Bahtra mengatakan bahwa menjaga netralitas menjadi penting agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah bagi para penjabat (Pj) kepala daerah.
“Sebagian besar Pj. ini adalah pejabat karier. Sayang sekali kalau mengorbankan karier dan integritas hanya untuk berpihak kepada salah satu calon,” kata Bahtra dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan sejumlah Pj. kepala daerah, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Ia juga mengingatkan Pj. kepala daerah bahwa netralitas aparatur sipil negara (ASN) harus ditegakkan. Terlebih, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang memberikan penegasan tentang kewajiban pejabat negara, pejabat ASN, dan kepala desa atau lurah untuk bersikap netral selama tahapan pilkada berlangsung.
“Beberapa hari yang lalu, putusan MK memperkuat soal sanksi terhadap ASN yang terlibat atau tidak netral terhadap penyelenggaraan pilkada. Bukan hanya sanksi denda, tetapi ada hukuman yang berat,” kata dia mengingatkan.
Sebelumnya, MK memutuskan pemberian hukuman pidana penjara atau denda untuk pejabat daerah dan anggota TNI/Polri dalam putusannya pada Kamis (14/11).
MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 188 UU Nomor 1/2015 sebelumnya berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Adapun usai Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024 dikeluarkan, Pasal 188 UU Nomor 1/2015 kini selengkapnya menjadi berbunyi:
"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."
Bahtra mengatakan bahwa menjaga netralitas menjadi penting agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah bagi para penjabat (Pj) kepala daerah.
“Sebagian besar Pj. ini adalah pejabat karier. Sayang sekali kalau mengorbankan karier dan integritas hanya untuk berpihak kepada salah satu calon,” kata Bahtra dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan sejumlah Pj. kepala daerah, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Ia juga mengingatkan Pj. kepala daerah bahwa netralitas aparatur sipil negara (ASN) harus ditegakkan. Terlebih, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang memberikan penegasan tentang kewajiban pejabat negara, pejabat ASN, dan kepala desa atau lurah untuk bersikap netral selama tahapan pilkada berlangsung.
“Beberapa hari yang lalu, putusan MK memperkuat soal sanksi terhadap ASN yang terlibat atau tidak netral terhadap penyelenggaraan pilkada. Bukan hanya sanksi denda, tetapi ada hukuman yang berat,” kata dia mengingatkan.
Sebelumnya, MK memutuskan pemberian hukuman pidana penjara atau denda untuk pejabat daerah dan anggota TNI/Polri dalam putusannya pada Kamis (14/11).
MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 188 UU Nomor 1/2015 sebelumnya berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Adapun usai Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024 dikeluarkan, Pasal 188 UU Nomor 1/2015 kini selengkapnya menjadi berbunyi:
"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."