Brida Sulteng dan BRIN melakukan riset pengendalian Schistosomiasis

id Brida Sulteng ,Brin,Riset schistosomiasis,Kabupaten Poso,Sulawesi Tengah

Brida Sulteng dan BRIN melakukan riset pengendalian Schistosomiasis

Brida Sulteng dan Brin Perwakilan Sulteng melaksanakan semunar hasil riset pengendalian schistosomiasis di Palu, Sabtu (22/6/2024). (ANTARA/HO-Humas Pemprov Sulteng)

Palu (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Sulteng melaksanakan riset pengendalian Schistosomiasis.

"Penelitian pengembangan pengendalian inang perantara schistosomiasis dilatarbelakangi Indonesia merupakan salah satu negara endemis schistosomiasis di dunia," kata Ketua Tim Riset Junus Widjaja pada kegiatan seminar akhir riset pengendalian Schistosomiasis di Palu, Sabtu.
Ia menjelaskan selain di Indonesia, wilayah Asia yang menjadi daerah endemik schistosomiasis yaitu Filipina, China dan Jepang.
Di Indonesia, kata dia, lokasi endemik schistosomiasis tersebar di 28 desa dengan fokus penelitian saat ini pada daerah Napu, Kabupaten Poso, tepatnya di tiga kecamatan yakni Lore Utara, Lore Timur, dan Lore Peore.
Ia mengatakan penyakit infeksi ini berdampak buruk pada kesehatan dan produktivitas masyarakat, menyebabkan anemia sehingga memicu stunting, pada orang dewasa schistosomiasis kronis dapat menurunkan kemampuan bekerja dan apabila tidak ditangani dapat mengakibatkan kematian.
Menurut Junus, program pengendalian yang dilakukan hingga saat ini belum dapat menekan prevalensi infeksi schistosomiasis yang disebabkan adanya inang perantara, reservoir, seperti tikus, ternak masyarakat, termasuk hewan liar bahkan masyarakat sendiri sebagai sumber penular.
"Infeksi schistosomiasis tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, akan tetapi membutuhkan keong air tawar, yakni keong Oncomelania hupensis lindoensis sebagai hospes perantara dan berkembang biak cacing schistosoma japonicum," ujarnya.
Sehingga, kata dia untuk mendukung eliminasi schistosomiasis di Indonesia tahun 2030, salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan pengendalian keong tersebut.
Metodenya adalah dengan mengembangkan metode menggunakan moluskisida yang kemudian ditutup dengan plastik hitam (Black plastic) sebagai pelapis lahan dan saluran air yang merupakan daerah fokus keong Oncomelania hupensis lindoensis.
Adapun 80 persen habitat keong di Napu berada disaluran air, perkebunan coklat, kopi dan campuran.
"Prevalensi Schistosomiasis pada 2022 sendiri, total kasus positif sebanyak 256 dan pada tahun 2023 total kasus positif sebanyak 166 kasus," katanya.
Ia mengemukakan bahwa tahapan dari pelaksanaan riset tersebut dengan mencari lokasi habitat keong oncomelania yang kemudian dilanjutkan dengan penyemprotan dengan menggunakan moluskisida dan dilanjutkan dengan penutupan menggunakan plastik hitam.
Dari tahapan tersebut selanjutnya dilakukan evaluasi yang dilakukan pada hari ketiga, hari kelima, hari ketujuh, hari kelima belas dan hari ketiga puluh usai pemasangan plastik hitam.
"Untuk kesimpulan sementara, efektifitas pembunuhan keong sekitar 80-100 persen, pemasangan plastik hitam dengan moluskisida efektif membunuh keong inang perantara schistosoma japonicum," ujarnya lagi.
Sementara itu, Kepala Brida Sulteng Faridah Lamarauna mengatakan dalam penanganan schistosomiasis yang ada di Kabupaten Poso, diharapkan dapat ditangani secara bersama-sama dengan melibatkan perangkat daerah lintas sektor yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah.
"Kami berharap dengan penanganan secara bersama-sama, dapat menurunkan prevelensi infeksi schistosomiasis," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, dari hasil ini dapat dilanjutkan dengan membuat rekomendasi kepada Gubernur Sulteng terkait anggaran guna mengentaskan schistosomiasis yang ada di Kabupaten Poso.