Palu (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Tadulako (Untad) Palu Muhammad Tavip menyebut tiga tindakan pemerintah dianggap sah atau tidak, jika dilihat dari perspektif hukum administrasi negara.
“Tiga kriteria untuk menilai apakah suatu tindakan pemerintah patut dikatakan sah atau tidak yakni wewenang, prosedur dan substansi,” katanya dalam keterangan tertulis di Palu, Minggu.
Hal itu disampaikan Tavip, saat dimintai tanggapan kisruh antara Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura dengan Sekretaris Daerah Sulteng Novalina. Kisruh itu terkait isu penonaktifan Novalina dari jabatannya.
Lanjut dia, perspektif hukum administrasi negara sesungguhnya berepisentrum pada satu pertanyaan yakni, apakah tindakan gubernur itu sah atau tidak.
Dia menjelaskan suatu tindakan dalam pemerintahan senantiasa mewajibkan terhubung pada sumbu frekwensi suatu wewenang. Tanpa wewenang, suatu tindakan akan mengidap cacat yuridis, sehingga tidak sah.
Selanjutnya, wewenang saja tidak cukup untuk menentukan sah tidaknya suatu tindakan pemerintah. Suatu wewenang harus dilakukan dengan prosedur tertentu yang ditentukan oleh peraturan yang relevan untuk itu.
“Jadi suatu tindakan pemerintah meski memiliki wewenang, namun apabila dilakukan dengan tanpa mengindahkan prosedur, maka tindakan pemerintah itu pun mengidap cacat yuridis, sehingga patut disebut tidak sah,” katanya menegaskan.
Kemudian daripada itu, meski memiliki wewenang dan telah dilakukan menuruti prosedur, tetapi terlepas dari spirit teleologik (substansi) atas wewenang yang menjadi dasarnya, maka tindakan inipun mengidap cacat yuridis, sehingga keabsahannya belum final.
Selain eksplanasi mengenai isi tiga kriteria dalam menilai sah tidaknya suatu tindakan pemerintah sebagaimana terurai di atas, penting ditambahkan penjelasan mengenai aspek wewenang.
“Benar bahwa wewenang merupakan aspek penting dalam hukum administrasi negara, tanpa wewenang, suatu tindakan pemerintah akan dinilai tidak sah,” katanya.
Lebih jauh dari sekedar itu, berdasar ajaran hukum administrasi negara, khususnya dalam kondisi menjalankan roda pemerintahan guna memerankan fungsi publik service, tindakan pemerintah dalam bentuk lain tetap memiliki legitimasi yang kuat. Atau, sama kuatnya dengan suatu tindakan berdasar wewenang, meski secara eksplisit wewenang tindakan itu tidak tercantum tegas dalam peraturan yang relevan.
Kata Tavip, suatu tindakan pemerintah yang meski wewenangnya tidak tercantum lugas dalam peraturan perundang undangan maupun peraturan teknis, tetapi memiliki legitimasi hukum yang kuat dan absah sebagaimana kuat dan absahnya tindakan berdasar wewenang adalah apabila suatu tindakan pemerintah itu berdasar dan dalam rangka merealisasikan asas asas umum pemerintahan yang baik.
“Karena kurangnya fakta dan kering bahan hukum mutakhir, maka dengan menggunakan ajaran hukum administrasi negara, dalam getar kisruh antara Gubernur Rusdy Mastura dengan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Novalina, dipetakan rentetan fokus pertanyaan untuk menilai keabsahan tindakan Gubernur Rusdy Mastura,” katanya.
Menurut dia, beberapa pertanyaan itu diantaranya, apakah Gubernur Rusdy Mastura berwenang menonaktifkan Novalina dalam jabatan sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah?.
Apakah penonaktifan itu ditempuh melalui prosedur yang sudah benar?. Atau, Apakah Gubernur Rusdy Mastura Tengah mempraktekan spirit teleologik dalam tindakannya itu?.
“Dengan segala kedangkalan dan keringnya cakupan legal opini ini, semoga dia dapat menjadi salah satu teropong (alat bantu) untuk menjernihkan kisruh yang tengah menghiasi ruang publik,” harapnya.
Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Rusdy Mastura menonaktifkan penugasan Novalina dari jabatan sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulteng Novalina.
“Saya sudah bilang sama Menteri Dalam Negeri, saya nonaktifkan dia (Novalina). Jadi, tidak ada kata saya takut sama orang, tidak ada,” katanya.
Pernyataan itu disampaikan Rusdy Mastura dalam acara pisah sambut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulteng di Kota Palu, Kamis (2/1).
Rusdy mengatakan dirinya telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, sebelum mengambil keputusan tersebut.