Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Fadel Muhammad Al-Haddar hari ini menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kemenkes tahun 2020.
"Fadel Muhammad Al-Haddar (Wakil Ketua MPR RI), saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain kaitan dengan penagihan kekurangan pembayaran dengan mengatasnamakan salah satu pihak swasta yang turut mengerjakan pengadaan APD di Kemenkes RI. Penagihan kepada pihak panitia pengadaan dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Pada kesempatan terpisah, Fadel mengatakan dirinya dipanggil KPK lantaran dirinya pernah dimintai tolong oleh HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) untuk mengonfirmasi kekurangan pembayaran proyek pengadaan APD.
"Ini HIPMI datang ke saya, ketika itu pada 4 tahun tahun yang lalu, 2020. Ada masalah COVID-19 waktu itu. Mereka menyuplai pengadaan APD, kemudian mereka sudah suplai, ada masalah belum dibayar gitu. Jadi ada uang sejumlah sekian belum dibayar dari kontrak mereka," kata Fadel usai diperiksa KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Fadel kemudian menemui kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat ini untuk mengonfirmasi soal kekurangan pembayaran tersebut.
"Setelah saya cek, mereka cerita, ternyata ada masalah dengan audit BPKP. Maka saya ke BPKP, tanya kepala BPKP. Ternyata kepala BPKP mengatakan bahwa 'ya itu ada masalah dengan pengadaan itu karena harga dan sebagainya. Pak Fadel jangan bantu mereka'. Maka saya kembali ke rumah, dua hari kemudian saya panggil mereka saya jelaskan bahwa 'kepala BPKP mengatakan jangan karena ini ada masalah yang berhubungan dengan mark-up harga dan sebagainya," ujarnya.
Fadel pun kemudian mengatakan dirinya tidak lagi turut serta dalam perihal tersebut setelah mendapatkan penjelasan dari BPKP.
Sejumlah saksi juga telah diperiksa KPK terkait perkara tersebut, antara lain Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Budi Sylvana. Yang bersangkutan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pusat Krisis Kesehatan di Kementerian Kesehatan tahun 2020.
Kemudian mantan sekretaris jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi dan anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih.
Sebelumnya, pada 9 November 2023, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan APD di Kementerian Kesehatan.
Informasi soal penyidikan itu dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
"Pengadaan APD apakah sudah ada tersangka? Ya, sudah ada. Sprindik (surat perintah penyidikan) juga sudah kami tanda tangani," kata Alex saat itu.
Perkara korupsi tersebut diduga terjadi pada proyek pengadaan APD di Pusat Krisis Kemenkes Tahun 2020.
Saat mengumumkan dimulainya penyidikan itu, Alex belum mengumumkan siapa saja pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Nilai proyek pengadaan APD di Kemenkes tersebut mencapai Rp3,03 triliun untuk 5 juta set APD.
KPK menyayangkan gelontoran dana besar dari Pemerintah untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan masyarakat saat menghadapi pandemi COVID-19 justru disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi.
"Fadel Muhammad Al-Haddar (Wakil Ketua MPR RI), saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain kaitan dengan penagihan kekurangan pembayaran dengan mengatasnamakan salah satu pihak swasta yang turut mengerjakan pengadaan APD di Kemenkes RI. Penagihan kepada pihak panitia pengadaan dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Pada kesempatan terpisah, Fadel mengatakan dirinya dipanggil KPK lantaran dirinya pernah dimintai tolong oleh HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) untuk mengonfirmasi kekurangan pembayaran proyek pengadaan APD.
"Ini HIPMI datang ke saya, ketika itu pada 4 tahun tahun yang lalu, 2020. Ada masalah COVID-19 waktu itu. Mereka menyuplai pengadaan APD, kemudian mereka sudah suplai, ada masalah belum dibayar gitu. Jadi ada uang sejumlah sekian belum dibayar dari kontrak mereka," kata Fadel usai diperiksa KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Fadel kemudian menemui kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat ini untuk mengonfirmasi soal kekurangan pembayaran tersebut.
"Setelah saya cek, mereka cerita, ternyata ada masalah dengan audit BPKP. Maka saya ke BPKP, tanya kepala BPKP. Ternyata kepala BPKP mengatakan bahwa 'ya itu ada masalah dengan pengadaan itu karena harga dan sebagainya. Pak Fadel jangan bantu mereka'. Maka saya kembali ke rumah, dua hari kemudian saya panggil mereka saya jelaskan bahwa 'kepala BPKP mengatakan jangan karena ini ada masalah yang berhubungan dengan mark-up harga dan sebagainya," ujarnya.
Fadel pun kemudian mengatakan dirinya tidak lagi turut serta dalam perihal tersebut setelah mendapatkan penjelasan dari BPKP.
Sejumlah saksi juga telah diperiksa KPK terkait perkara tersebut, antara lain Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Budi Sylvana. Yang bersangkutan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pusat Krisis Kesehatan di Kementerian Kesehatan tahun 2020.
Kemudian mantan sekretaris jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi dan anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih.
Sebelumnya, pada 9 November 2023, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan APD di Kementerian Kesehatan.
Informasi soal penyidikan itu dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
"Pengadaan APD apakah sudah ada tersangka? Ya, sudah ada. Sprindik (surat perintah penyidikan) juga sudah kami tanda tangani," kata Alex saat itu.
Perkara korupsi tersebut diduga terjadi pada proyek pengadaan APD di Pusat Krisis Kemenkes Tahun 2020.
Saat mengumumkan dimulainya penyidikan itu, Alex belum mengumumkan siapa saja pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Nilai proyek pengadaan APD di Kemenkes tersebut mencapai Rp3,03 triliun untuk 5 juta set APD.
KPK menyayangkan gelontoran dana besar dari Pemerintah untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan masyarakat saat menghadapi pandemi COVID-19 justru disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi.