Palu, (Antaranews Sulteng) - Dua Balita di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah mengalami gejala kelumpuhan pascaimunisasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Donggala dan Puskesmas Tanantovea.
Dua Balita itu yakni Abizar (1,8) dan Ahmad Iyas (1,8), asal Dusun Karumba, Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala.
"Mereka berdua itu saudara sepupu, tinggal satu rumah dan disuntik vaksin pada tanggal 10 Januari 2018 lalu," ungkap Abeng, ayah dari Abizar di Rumah Sakit Anutapura Palu, Sabtu.
Abeng menjelaskan, pada malam hari usai disuntik vaksin, Abizar mengalami deman tinggi dan sebagian badan Abizar juga mengalami lebam, sementara Iyas mengalami kejang dan kaku.
Namun, kata dia, informasi yang disampaikan petugas kesehatan, kalau anak mengalami sakit, maka itu merupakan reaksi dari obat dan bisa berkonsultasi dengan Puskesmas terdekat.
"Setelah itu, kami mengunjungi Puskesmas Tawaili dan jawaban dari petugas juga sama, yaitu gejala obat," ungkapnya.
Menurut Abeng, setiap hari, kondisi tubuh dari Abizar semakin lemah, sampai tidak bisa berjalan. Demikian pula saudaranya Iyas, sehingga dirinya bersama keluarga, langsung membawa ke rumah sakit.
"Saya bawa Abizar ke RS Anutapura dan Iyas di RS Madani," kata pria denga profesi supir itu.
Abizar merupakan anak kedua dari pasangan Abeng dan Yustina.
Abeng menuturkan, saat itu sang istri yang membawa Abizar untuk dilakukan imunisasi, dan berdasarkan pengakuan istri, kalau yang menyuntik bukanlah dokter tetapi petugas kesehatan yang juga tinggal di desa setempat.
Saat melakukan penyuntikan, petugas itu kata Abeng hanya meminta arahan dengan pihak Puskesmas melalui sambungan telepon seluler.
"Kalau umur sekian pak, pakai obat apa," kata Abeng yang mengutip perkataan istrinya.
Abeng sangat menyayangkan kejadian itu, karena yang diketahuinya, bahwa imunisasi selesai saat anak berumur sembilan bulan.
"Ini ada lagi suntikan yang namanya Boster atau apalah bentuknya itu, kami hanya mengikuti saja," imbuhnya.
Lebih parahnya lagi kata Abeng, sejak kejadian itu hingga saat ini, belum ada konfirmasi atau penjelasan atau pun kunjungan dari Dinas Kesehatan, atas kejadian yang menimpa anaknya itu.
"Kami masuk di rumah sakit sejak tanggal 6 Februari 2018 lalu, hanya ada tiga orang datang, katanya dari Ombudsman,: ungkap Abeng.
Abeng berharap adanyanya tanggungjawab dari Dinas Kesehatan setempat, karena kejadian ini muncul setelah dilakukan suntik vaksin.
"Alhamdulillah pelayanan RS Anutapura sudah baik, sudah dua kali difoto rontgen, walaupun kami hanya menggunakan jaminan surat keterangan tidak mampu (SKTM)," tutup Abeng.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Donggala, Muzakir Ladoali yang dikonfirmasi dari Palu mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi tentang kasus tersebut.
"Saya belum tahu kasusnya, nanti saya konfirmasi dulu bidang terkait itu," tutup Muzakir.
Dua Balita itu yakni Abizar (1,8) dan Ahmad Iyas (1,8), asal Dusun Karumba, Desa Nupabomba, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala.
"Mereka berdua itu saudara sepupu, tinggal satu rumah dan disuntik vaksin pada tanggal 10 Januari 2018 lalu," ungkap Abeng, ayah dari Abizar di Rumah Sakit Anutapura Palu, Sabtu.
Abeng menjelaskan, pada malam hari usai disuntik vaksin, Abizar mengalami deman tinggi dan sebagian badan Abizar juga mengalami lebam, sementara Iyas mengalami kejang dan kaku.
Namun, kata dia, informasi yang disampaikan petugas kesehatan, kalau anak mengalami sakit, maka itu merupakan reaksi dari obat dan bisa berkonsultasi dengan Puskesmas terdekat.
"Setelah itu, kami mengunjungi Puskesmas Tawaili dan jawaban dari petugas juga sama, yaitu gejala obat," ungkapnya.
Menurut Abeng, setiap hari, kondisi tubuh dari Abizar semakin lemah, sampai tidak bisa berjalan. Demikian pula saudaranya Iyas, sehingga dirinya bersama keluarga, langsung membawa ke rumah sakit.
"Saya bawa Abizar ke RS Anutapura dan Iyas di RS Madani," kata pria denga profesi supir itu.
Abizar merupakan anak kedua dari pasangan Abeng dan Yustina.
Abeng menuturkan, saat itu sang istri yang membawa Abizar untuk dilakukan imunisasi, dan berdasarkan pengakuan istri, kalau yang menyuntik bukanlah dokter tetapi petugas kesehatan yang juga tinggal di desa setempat.
Saat melakukan penyuntikan, petugas itu kata Abeng hanya meminta arahan dengan pihak Puskesmas melalui sambungan telepon seluler.
"Kalau umur sekian pak, pakai obat apa," kata Abeng yang mengutip perkataan istrinya.
Abeng sangat menyayangkan kejadian itu, karena yang diketahuinya, bahwa imunisasi selesai saat anak berumur sembilan bulan.
"Ini ada lagi suntikan yang namanya Boster atau apalah bentuknya itu, kami hanya mengikuti saja," imbuhnya.
Lebih parahnya lagi kata Abeng, sejak kejadian itu hingga saat ini, belum ada konfirmasi atau penjelasan atau pun kunjungan dari Dinas Kesehatan, atas kejadian yang menimpa anaknya itu.
"Kami masuk di rumah sakit sejak tanggal 6 Februari 2018 lalu, hanya ada tiga orang datang, katanya dari Ombudsman,: ungkap Abeng.
Abeng berharap adanyanya tanggungjawab dari Dinas Kesehatan setempat, karena kejadian ini muncul setelah dilakukan suntik vaksin.
"Alhamdulillah pelayanan RS Anutapura sudah baik, sudah dua kali difoto rontgen, walaupun kami hanya menggunakan jaminan surat keterangan tidak mampu (SKTM)," tutup Abeng.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Donggala, Muzakir Ladoali yang dikonfirmasi dari Palu mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi tentang kasus tersebut.
"Saya belum tahu kasusnya, nanti saya konfirmasi dulu bidang terkait itu," tutup Muzakir.