Palu (ANTARA) - Japan International Council Agency (JICA) dan Japan Overseas Cooperative Association (JOCA) memberikan perhatian yang serius terhadap sejumlah pembangunan infrastruktur dan kehidupan masyarakat pascabencana multidampak 28 September 2018 di Sulawesi Tengah.

JICA dan JOCA merupakan lembaga swadaya masyarakat, LSM Internasional asal Negara Jepang. Kedua lembaga ini aktif memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang yang mengalami bencana, terutama gempa bumi dan pasang tsunami.

JICA bersama Bappenas fokus pada empat target yaitu membantu menyusun peta rawan bencana atau zona merah, membantu revisi tata ruang di empat wilyah Padagimo (Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong), pembangunan infrastruktur jembatan Palu 4 atau jembatan kuning dan tanggul pengaman pantai Teluk Palu serta pemulihan ekonomi masyarakat yang saat ini sedang berlangsung.

Bertempat di Kantor Bappeda Sulawesi Tengah Senin, 27 Januari 2020, tim dari JOCA mendiskusikan tentang rencana program kerja mereka tahun 2021 di Sulawesi Tengah, khususnya di kawasan hunian tetap (Huntap), Permanent Housing Community,

Baca juga: OPINI - Ubah bencana menjadi berkah

Hasil observasi tim JOCA di Palu dan Sigi, kembali didiskusikan di salah satu cafe Grand Indonesia Jakarta Kamis, 30 Januari 2020. Mereka akan memberikan edukasi terhadap komunitas di Permanent Housing atau hunian tetap. Di bidang kesehatan dan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

Struktur kelembagaan dalam hal ini RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Wilayah) di lokasi huntap menurut tim JOCA menjadi salah satu kunci suksesnya program transformasi di bidang kesehatan dan ketangguhan terhadap bencana. Karena itu proses rekruitment RT dan RW bersama pemerintah setempat akan menjadi perhatian.

Dua lokasi huntap akan dipilih sebagai role model dan akan dikawal selama tiga tahun 2021-2024. Role model ini diharapkan menjadi tempat pembelajaran bagi huntap-huntap yang ada. Nantinya direncanakan akan membawa beberapa kepala OPD terkait dan stakholders lainnya belajar di Jepang terkait dengan transformasi itu.

Pembelajaran yang menarik dari JICA terkait dengan pemulihan ekonomi masyarakat atau livelihood yang sedang berlangsung (Januari 2019 - Agustus 2020) adalah tahapan menemukan akar masalah sampai menemukan instrumen pemberdayaan yang sesuai dan memiliki daya saing.

Baca juga: Pilkada dan 'papoji depan dan belakang'

Setidaknya ada empat tahapan yang dilakukan dalam temu-kenali instrumen pemberdayaan yaitu (1) Komunikasi dengan Pemerintah setempat di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, (2) Mekakukan observasi lapangan pada masyarakat yang terdampak, termasuk menggali aspirasi masyarakat, kemudian membuat sebuah desain pemberdayaan, 3) Mendiskusikan kembali bersama pemerintah setempat terjait penyempurnaan desain pemberdayaan, (4) Mengimplementasikan instrumen pemberdayaan itu, (5) Menyusun buku panduan atau Standar Operasional Prosedur sebagai salah output dari proses transformasi ini. Dan dapat dipergunakan untuk program pemberdayaan.

Poin penting dari proses transformasi ini mengajarkan kepada kita (1) Mendesain sebuah instrumen pemberdayaan harus 'sempit dan dalam' (2) Mengerjakan apa yang dicatat dan mencatat apa yang dikerjakan (3) Menggeser kebenaran dalam pikiran ke kebenaran dalam realitas. Terkait dengan point 3 di atas, pada tahun 2019 sejumlah kepala OPD terkait dan beberapa stakeholders lainnya berkunjung dan belajar ke Jepang terkait dengan bagaimana penanganan pembangunan infrastruktur dan pemulihan ekonomi masyarakat pascabencana.

Kemiskinan dan ketimpangan masih menjadi salah satu persoalan negeri ini. Pada 2019 angka kemiskinan nasional sekitar 9,7 persen dan provinsial Sulawesi Tengah berada di angka 13,7 persen.

Baca juga: Tak terperangkap dengan pikiran sendiri

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola terus memberikan perhatian terkait dengan masalah ini, dan telah memerintahkan kepada kepala badan perencanaan daerah untuk merancang instrumen pengurangan angka kemiskinan dengan target tingkat kemiskinan tembus di angka satu digit di tahun 2024. Dan rancangan itu telah didiskusikan dengan para wakil bupati/wali kota sebagai ketua tim pengurangan angka kemiskinan di wilayahnya masing-masing.

Program subsidi (pupuk, benih dan peralatan), dana desa dan bantuan sosial merupakan upaya intervensi pemerintah dalam rangka pengurangan angka kemiskinan di daerah. Pembelajaran dari JICA terkait dengan pemberdayaan bisa menjadi salah satu referensi bagi daerah untuk menyusun instrumen-instrumen pemberdayaan.

Dan semua yang disampaikan di atas akhirnya berpulang kepada pemimpin daerahnya. Pilkada 2020 merupakan kereta terakhir untuk melahirkan pemimpin perubahan yang bisa membawa keluar daerahnya maupun masyarakatnya dari kemiskinan dan ketimpangan.

Karena itu pemilik hak suara, pemilik hak usung dan penyelenggara Pilkada harus memiliki keinginan kuat untuk mendapatkan pemimpin-pemimpin perubahan, agar di tahun 2045 Indonesia dapat menggapai tahun emas dengan indikator pendapat negara 7 triliun dokar US dari 1 triliun dolar AS pada 2019. Meningkatkan pendapatan masyarakat perkapita dari 4.000 dolar AS menjadi 23.000 dolar AS dan mendudukkan Indonesia di peringkat 5 dunia. SEMOGA.

Baca juga: Ini kata Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP soal keputusannya menjadi bakal calon gubernur

Pewarta : OPINI - Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP
Editor : Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2024