Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memastikan seluruh biaya penanganan rumah sakit terhadap pasien anak bergejala ichterus (kuning) dan hepatitis ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Dalam situasi normal seperti saat ini, pasien dengan gejala klinis ichterus dan hepatitis bisa di-'cover' BPJS Kesehatan," kata Muhadjir Effendy yang dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Ahad.
Muhadjir mengatakan untuk pelayanan optimal terhadap pasien hepatitis maupun gejala kuning maka segera dirujuk ke fasilitas rumah sakit tipe A.
Sebelumnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan ada sejumlah gejala penyakit hepatitis akut bergejala berat yang belum diketahui penyebabnya.
Masyarakat diingatkan bahwa gejala kuning pada area mata maupun badan serta kondisi pasien hilang sadar merupakan gejala yang timbul saat penyakit hepatitis sudah berat.
Muhadjir yang juga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengatakan bayi dengan lahir kuning belum tentu hepatitis, karena gejala kuning pada bayi bisa terjadi secara fisiologis (ichterus neonatorum) atau patologis yang perlu diperiksakan ke dokter.
Ia mengatakan pemerintah telah menunjuk Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Jakarta sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien anak dengan gejala hepatitis akut bergejala berat yang belum diketahui penyebabnya.
"Apabila terjadi eskalasi situasi, kemudian dinyatakan sebagai kondisi tertentu, kejadian luar biasa atau wabah atau darurat bencana nonalam, maka biaya perawatannya bisa di-'cover' oleh pemerintah," katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan biaya cek laboratorium whole genome sequencing (WGS) pada pasien anak dengan gejala hepatitis akut bergejala berat akan ditanggung pemerintah.
"Kalau WGS-nya pemerintah yang tanggung, kalau terkait pemeriksaan hepatitis lainnya sesuai mekanisme pembiayaan kesehatan yang ada," ujarnya.
Nadia menambahkan hingga saat ini penyakit hepatitis yang menyerang anak di bawah 16 tahun itu belum mengalami penambahan jumlah kasus di Indonesia.
Sebanyak tiga pasien anak di Jakarta yang dilaporkan meninggal diduga terkait hepatitis misterius, hingga kini masih dilakukan pengecekan kemungkinan mengidap hepatitis D atau E.
Pada sepekan terakhir, Kemenkes melaporkan terdapat tiga hingga empat kasus diduga hepatitis misterius pada anak di Indonesia yang masih dilakukan investigasi.
"Belum ada penambahan kasus. Suspek atau probable di sejumlah daerah adalah laporan kasus dengan sindrom kuning," katanya.