Penerimaan kepabeanan dan cukai di Sulteng Rp578,39 miliar

id KPPN, djpb, Kemenkeu, bea cukai, kepabeanan, cukai, Sulawesi Tengah, Sulteng,bea cukai sulteng

Penerimaan kepabeanan dan cukai di Sulteng Rp578,39 miliar

Foto Arsip - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu Sulteng Yuni Wibawa (kedua kanan) menyampaikan keterangan terkait APBN, di Sulteng, Selasa (30/4/2024). ANTARA/Humas DJPb Sulteng

Palu (ANTARA) -

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Sulawesi Tengah (Sulteng) mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai di Sulteng mencapai Rp578,39 miliar atau 27,13 persen pada kuartal 1 tahun 2024.
"Kepabeanan dan cukai tetap menjadi prioritas pemerintah, dengan realisasi ini diharapkan hingga akhir 2024 dapat memberikan dampak positif," kata Kepala Kanwil DJPb Sulteng Yuni Wibawa, di Palu, Selasa.
Ia menjelaskan pada periode Maret penerimaan bea dan cukai sebesar Rp147,9 miliar dan terus diupayakan meningkat pada periode-periode ke depan.
“Peningkatan penerimaan bea masuk tidak terlepas dari pengaruh perubahan tarif efektif bea masuk pada Maret 2024 naik menjadi 2,5 persen dari 1,56 persen pada Maret 2023,” ujarnya.
Tahun lalu realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai di Sulteng mencapai Rp1,2 triliun atau 54,6 persen, sedangkan penerimaan bea masuk 3,82 persen, ini ditopang oleh kenaikan tarif efektif dan menguatnya kurs dolar Amerika Serikat, meskipun terjadi penurunan basis impor.
Selain itu, penerimaan cukai tahun lalu mencatatkan pertumbuhan tinggi sebesar 213,8 persen, karena ditopang tingginya penerimaan terhadap denda administrasi cukai, sebagai bagian dari kebijakan ultimum remedium, dimana pengenaan sanksi administratif lebih dikedepankan dibandingkan sanksi pidana.
"Kami berharap tahun ini realisasinya melebihi realisasi 2023," ujarnya lagi.
Ia mengemukakan selain kepabeanan dan cukai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga 31 Maret 2024 mencatatkan angka realisasi sebesar Rp209,28 miliar atau 49,86 persen dari target PNBP 2024 dengan pertumbuhan yang positif yakni sebesar 9,33 persen (year on year/yoy).
Penerimaan terbesar PNBP berasal dari pendapatan jasa pelayanan pendidikan sebesar 38 persen pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), disusul oleh penerimaan kembali belanja modal TAYL sebesar 12 persen, Re-entry Permit Kemenkumham 11 persen dalam naungan Kemenkumham, dan Pendapatan Jasa Kepelabuhanan 6 persen pada Kementerian Perhubungan.
Pada sisi lain, katanya pula, realisasi belanja negara telah mengalami pertumbuhan 11,81 persen, ini ditopang oleh pertumbuhan BPP 28,80 persen dan peningkatan TKD 5,49 persen.
“Penyaluran TKD sebesar Rp3,72 triliun atau 20,28 persen, capaian ini lebih tinggi dibandingkan tahun anggaran 2023 sebesar Rp3,52 triliun atau 17,7 persen," katanya lagi.
Sementara itu realisasi BPP ditopang dari tingginya serapan belanja barang sebesar Rp803,2 miliar atau tumbuh 48,31 persen (yoy), juga belanja pegawai sebesar Rp696,2 miliar atau tumbuh 41,75 persen (yoy).
“Belanja BPP dapat dilihat melalui beberapa fungsi yakni pelayanan umum menjadi fungsi dengan pagu terbesar, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi kesehatan, fungsi perlindungan sosial,” kata Yuni menuturkan.