Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Edhy Sitorus mengatakan bahwa keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sangat bergantung pada kolaborasi lintas pihak.
“Tahura tidak bisa dikelola sendiri oleh pemerintah. Dibutuhkan keterlibatan aktif masyarakat, komunitas, akademisi, dan pemangku kepentingan agar fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi kawasan dapat berjalan seimbang,” katanya pada kegiatan sosialisasi dokumen rencana pengelolaan Tahura Sulawesi Tengah di Sigi, Sabtu.
Ia menjelaskan sosialisasi sebagai upaya memperkuat pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan.
Menurut dia, sosialisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman publik terhadap arah dan strategi pengelolaan Tahura Sulteng, sekaligus membuka ruang dialog antara pengelola kawasan, akademisi, dan masyarakat.
Ia menjelaskan Tahura Sulawesi Tengah memiliki visi “Mewujudkan Taman Hutan Raya menjadi kawasan koleksi flora dan fauna andalan sebagai kebanggaan masyarakat Sulawesi Tengah”.
Visi tersebut, menurut dia, menjadi panduan dalam pengelolaan Tahura sebagai kawasan konservasi yang tidak hanya melindungi kekayaan hayati, tetapi juga menjadi pusat pendidikan lingkungan, penelitian, serta wisata alam berbasis konservasi.
Kegiatan sosialisasi tersebut diikuti oleh 57 peserta yang berasal dari unsur masyarakat dan komunitas yang selama ini berinteraksi langsung dengan kawasan Tahura Sulawesi Tengah.
Ia menyebut bahwa partisipasi masyarakat penting agar rencana pengelolaan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga kontekstual dengan kebutuhan dan realitas di lapangan.
Sementara itu, Dosen Kehutanan Universitas Tadulako Dr Sudirman Dg Massiri menekankan pentingnya pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan data dalam perencanaan pengelolaan kawasan hutan.
Ia menjabarkan tiga pilar strategis dalam mewujudkan visi pengelolaan Tahura Sulawesi Tengah.
“Pilar pertama merupakan fondasi tata kelola yang kokoh, untuk memperkuat sinergi kebijakan lintas sektor dan peran aktif seluruh pihak agar pengelolaan kawasan bersifat inklusif, terintegrasi, serta didukung landasan hukum yang kuat di tingkat tapak,” ujar dia.
Ia menjelaskan pilar kedua, yakni ekosistem yang sehat dan terlindungi, yang bertujuan memulihkan ekosistem kritis, melestarikan keanekaragaman hayati, melindungi habitat satwa kunci, serta mengembangkan koleksi vegetasi endemik sebagai aset konservasi dan pendidikan.
Pilar ketiga, lanjutnya, masyarakat berdaya dan sejahtera, diarahkan pada pengembangan usaha produktif berbasis konservasi dan jasa lingkungan guna meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat serta mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan.
Selain itu, Sudirman juga menyoroti pentingnya integrasi kearifan lokal dalam praktik konservasi agar pengelolaan Tahura lebih adaptif dan berkelanjutan.
Ia mengharapkan melalui kegiatan sosialisasi tersebut, terbangun sinergi multipihak yang kuat sebagai fondasi pengelolaan Tahura Sulawesi Tengah yang inklusif, berkelanjutan, serta berpihak pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan.
