Laboratorium lingkungan hidup Parigi Moutong belum kompeten

id Parimo,laboratorium,bahan berbahaya

Laboratorium lingkungan hidup Parigi Moutong belum kompeten

Ilustrasi (Antaranews Sulteng/Istimewa)

Parigi (Antaranews Sulteng) - Laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, dinilai belum berkompeten meneliti bahan beracun dan berbahaya seperti sampel air yang diambil dari kawasan penambangan emas ilegal, karena laboratorium ini belum terakreditasi.

Petugas analisis laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Parigi Moutong Gede Agus Ardi Wijaya di Parigi, Selasa, mengatakan penelitian sampel air di lokasi penambangan emas ilegal Desa Air Panas, Kecamatan Parigi Barat, belum bisa menyimpulkan apakah sudah terkontaminasi bahan kimia mercuri atau sianida.

Alasannya alat pendeteksi milik laboratorium DLH parigi Moutong ini tidak mendukung dan hasil analisis itu hanya bisa disiarkan secara internal karena laboratorium belum terakreditasi.

"Kami belum memiliki alat untuk memeriksa kandungan merkuri atau sianida, yang bisa kami laukan hanya melihat tingkat kekeruhan air," ujar Gede Agus.

Untuk memastikan apakah air yang ada dalam kawasan tambang emas ilegal itu terkontaminasi mercuri atau tidak, Dinas Lingkungan Hidup Parigi Mutong membawa sampel air tersebut untuk diteliti kembali di laboratorium di Palu.

Menurut Gede Agus, secara aturan, laboratorium DLH Parimo tersebut belum bisa mengeluarkan rekomendasi hasi analsis untuk konsumsi publik karena belum memiliki landasan hukum yang kuat.

Sejauh ini, pemerintah setempat tengah mengupayakan agar laboratorium lingkungan tersebut bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

"Agar bisa terakreditasi maka laboratorium minimal memiliki lima paremeter yang harus lulus uji profisiensi. Kalau lima parameter itu lulus barulah diajukan ke Komite Akreditasi Nasional beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya," ujarnya.

Ia mengaku laboratorium lingkungan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Lingkungan Hidup itu baru memiliki sejumlah alat pendukung di antaranya alat ukur pencemaran tanah, alat ukur pencemaan air.

"Kita juga punya alat ukur pencemaran udara tetapi alat itu tidak memenuhi standar SNI, termasuk infrastrukturnya sebagai bahan penilaian akreditasi," ujarnya.