Rugi Lewat Toboli Tanpa Mampir Ke Raja Lalampa

id lalampa, toboli

Rugi Lewat Toboli Tanpa Mampir Ke Raja Lalampa

Cik Sungi (kiri) dan keponakannya sibuk melayani pengunjung saat ditemui awal Maret 2013 di Toboli. (ANTARANews/Rolex Malaha)

Kebanyakan pengunjung menilai lalampa Cik Sungi ini enak dan gurih, bahkan tidak sedikit yang 'fanatik' sehingga tak pernah lewat begitu saja tanpa singgah ke kedai ini bila melintas di Toboli."
Palu (antarasulteng.com) - Halaman warung sederhana itu nyaris tak pernah sepi sepanjang hari 1x24 jam, meskipun asap dari tempat pemanggangan terus mengepul.

Parkiran mobil baik pribadi, dinas maupun bis angkutan umum dan sepeda motor selalu memadati halaman depannya, sehingga tak jarang membuat arus lalu lintas di poros jalan Trans Sulawesi itu terganggu.

"Sayang om lewat di sini kalau tak mampir ke warung ini," kata Jefri, pengemudi mobil sewaan (rental) yang membawa penulis dari Palu ke Morowali belum lama ini.

Warung yang ia maksud adalah kedai kopi 'Raja Lalampa Cik Sungi' di Desa Toboli, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong, sekitar 70 km arah timur Kota Palu.

Daya tarik utama kedai ini adalah lalampa buah tangan Cik Sungi, seorang ibu keturunan Tionghoa berusia setengah abad lebih. 

Untuk menikmati lalampa, kedai ini juga menyediakan minuman hangat seperti kopi dan teh serta sarabba (air jahe hangat cmapur telor dan susu-sematam STMJ di Jakarta)

Kebanyakan pengunjung menilai lalampa Cik Sungi ini enak dan gurih, bahkan tidak sedikit yang 'fanatik' sehingga tak pernah lewat begitu saja tanpa singgah ke kedai ini bila melintas di Toboli.

"Saya ini tiap minggu lewat Toboli karena bekerja di Pantai Timur. Warung ini sudah menjadi langganan saya, baik saat melintas dari Palu ke tempat kerja maupun saat kembali ke Palu di akhir pekan," kata salah seorang karyawan perusahaan kontraktor yang sedang menyeruput kopi susu dan sepiring lalampa panas berisi empat bungkus di kedai itu.

Lalampa adalah semacam kue yang bahan utamanya adalah beras ketan putih dan ikan bakar yang digiling halus lalu ditumis dengan bumbu tertentu.

Menurut Cik Sungi, beras ketan itu lebih dahulu dikukus sampai matang lalu dibungkus dengan daun pisang berbentuk gelondong dicampur ikan yang dihaluskan dan ditumis lalu kedua ujungnya ditusuk dengan lidi.

Sebelum disajikan, bungkusan itu dipanggang selama sekitar lima menit agar konsumennya bisa menikmatinya dalam keadaan hangat.

"Di desa Toboli ini ada beberapa warung kopi yang menyediakan lalampa, namun lalampa buatan Cik Sungi lain rasanya, lebih lengket di lidah," ujar Jhon, seorang penggemar lalampa Cik Sungi.

Saking gemarnya terhadap lalampa ini, Jhon yang warga Kota Palu itu sering menyempatkan diri ke Toboli hanya untuk minum kopi dan makan lalampa sambil membawa pulang untuk ole-ole keluarga dan sahabat.

Rahasia

Ketika ditanya apa rahasianya sehingga lalampa buatannya memikat banyak oprang dibanding warung-warung di tetangganya, Cik Sungi menjawab kontan dan singkat: 'itu rahasia pak."

Karena kerahasiaan itu pula, Cik Sungi mengaku tidak membuka cabang di manapun meski sudah banyak yang memintanya membuka cabang di Kota Palu atau Parigi.

Ia mengakui bahwa ikan yang dihaluskan yang dicampur ke dalam bungkusan nasi ketan putih itu volumenya lebih banyak dibanding lalampa buatan orang lain, namun bagaimana meramu beras ketan putih dan ikan halus saat ditumis itu, ia menolak mengungkapkannya.

Cik Sungi yang mengaku mempekerjakan 10 orang tenaga kerja itu mengaku bahwa usaha yang digelutinya ini merupakan warisan orang tua yang sudah dimulai sejak 1963.

Setiap hari ia menghabiskan 100 kg beras ketan putih dan puluhan kilo ikan laut serta daun pisang dalam jumlah yang cukup banyak. Produksi dan pelayanan lalampa ini berlangsung selama 1x24 jam, dengan mengatur jam kerja karyawan. 

Ia sendiri dan suaminya dibantu seorang keponakan bergantian menjadi pengawas sekaligus pelayan.

Meski usaha ini sudah berlangsung lama, namun ramainya pengunjung baru terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

"Setiap hari kami bisa menjual 5.000 bungkus. Harganya Rp1.250,00/bungkus. Jadi omzet kami rata-rata mencapai Rp7,5 juta termasuk hasil penjualan minuman hangat," ujar Cik Sungi.

Pengunjung warung kopi 'Raja Lalampa' ini mencapai ratusan orang tiap hari, umumnya mereka yang sedang melakukan perjalanan melintasi jalan trans Sulawesi, terutama yang akan masuk ke atau keluar dari Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah.

Lokasi Desa Toboli ini memang cukup strategis karena terletak di pertigaan jalan trans Sulawesi yang menghubungkan Makassar-Gorontalo-Manado dan poros utama menuju Kota Palu yang terletak di Pantai Barat Sulawesi Tengah.

Karena itu, kedai 'Raja Lalampa' ini sangat dikenal di Sulawesi Tengah termasuk para pejabat dan pengusaha, bahkan Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola yang mantan Bupati Parigi-Moutong duia periode tersebut menjadikan lalampa Cik Sungi sebagai salah satu sajian wajib di dalam mobil bila melintas di Toboli saat melakukan perjalanan dinas. (R007)