Jakarta (antarasulteng.com) - Menikah adalah keputusan besar yang harus
dipikirkan secara masak. Siap menikah bukan hanya soal urusan menyewa
gedung, katering, busana untuk akad dan resepsi atau rumah baru yang
akan ditempati.
Psikolog klinis Pingkan
Rumondor mengatakan seseorang yang siap menikah punya kemampuan
menyandang peran sebagai suami atau istri. Orang yang siap menikah juga
bisa menjaga komitmen dalam hubungan sakral tersebut.
Dosen
jurusan Psikologi di Universitas Bina Nusantara itu mengungkapkan
kemampuan individu dan interpersonal yang dibutuhkan agar siap menikah
dari hasil rumusan para ahli.
Berikut adalah kemampuan yang diperlukan sebelum menikah:
1. Komunikasi
Anda
tentunya akan terus berinteraksi dengan pasangan selama menikah. Setiap
hubungan memang dinamis dan tidak selamanya manis, tapi Anda harus tahu
cara berkomunikasi dengan baik agar hubungan tetap harmonis.
Anda harus bisa mendengar dengan empati dan bisa menyampaikan pendapat pada pasangan tanpa menyakiti hatinya.
Jangan lupa berdiskusi dengan pasangan mengenai gaya komunikasi yang diharapkan dalam pernikahan.
2. Mengatur keuangan
Sering bokek di tanggal tua? Coba perbaiki cara mengatur keuangan sebelum Anda memutuskan untuk menikah.
Pingkan
berpendapat kemampuan mengatur keuangan itu relevan dengan langgengnya
suatu hubungan. Dia mengatakan ekonomi adalah salah satu faktor penyebab
perceraian di Indonesia.
“Menurut saya, faktor
ekonomi disini bukan hanya karena tidak cukup, tetapi karena kurang
bisa mengatur keuangan dan mengkomunikasikan ke pasangan. Maka sangat
penting menyiapkan kemampuan mengatur keuangan sebelum menikah.”
3. Kesepakatan soal anak dan pola asuh
Bicarakan
dengan calon pasangan seumur hidup mengenai rencana masa depan,
termasuk berapa jumlah anak yang kalian inginkan. Selain itu, sepakati
pola asuh yang akan diterapkan pada buah hati kelak.
Sebaiknya
Anda dan pasangan mencari tahu tetek bengek soal pola asuh anak sebelum
menikah agar bisa berdiskusi dan menemui kata sepakat.
4. Berbagi peran suami istri
Anda
dan pasangan harus bisa memahami seperti apa peran suami dan peran
istri. Jangan lupa komunikasin hal itu dengan pasangan serta berbagi
peran dengan setara.
5. Kenali latar belakang pasangan
Menikah
dengan seseorang sama saja dengan menjadi anggota baru dari sebuah
keluarga besar. Jagalah hubungan baik dengan keluarga baru Anda.
Cara
terbaiknya adalah dengan memahami kebiasaan dari keluarga pasangan.
Begitu Anda sudah tahu kuncinya, tentu tak sulit mengakrabkan diri
dengan keluarga besar.
6. Sepakat tentang agama
Sepakati nilai-nilai dan kebiasaan religius yang diterapkan dalam pernikahan.
7. Hobi dan waktu luang
Anda suka menonton film di bioskop tetapi pasangan lebih memilih bermain game seharian pada hari libur?
Coba
pahami serta bicarakan minat dan hobi masing-masing. Diskusikan
bagaimana cara membagi waktu luang kelak, kapan waktunya berduaan, kapan
menikmati hobi sendirian atau kapan saling menjajal hobi
masing-masing.
8. Pahami perubahan pada pasangan dan pola hidup setelah menikah
Pola kehidupan saat masih berpacaran tentu berbeda setelah menikah. Perubahan juga terjadi seiring usia pernikahan.
“Dari sisi psikologis, tiap usia pernikahan memiliki tugas perkembangan dan tantangannya masing-masing,” kata Pingkan.
Dia mencontohkan, masa awal pernikahan di mana pasangan masih saling beradaptasi satu sama lain.
“Saat
istri hamil pertama, menjadi masa penyesuaian yang lain lagi, saat anak
lahir, biasanya kepuasan menikah akan menurun,” katanya.
“Ketika
anak remaja, akan menghadapi berbagai tantangan gelora jiwa remaja.
Ketika anak dewasa dan mulai meninggalkan rumah, akan kembali banyak
waktu berdua dan kepuasan pernikahan biasanya kembali meningkat.”
Pingkan
menambahkan, “Berdasarkan hasil mahasiswa skripsi saya pada pasangan
muda yang bertunangan di Jakarta, terdapat beberapa faktor psikologis
yang mendukung kemampuan-kemampuan itu.”
1. Regulasi emosi
Ubah cara pandang mengenai suatu hal yang membuat hati gondok dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan.
“Misalnya,
saat merasa kesal dengan perilaku pasangan, bisa mengubah pikiran
‘Pasangan saya selalu buat kesal” dengan “Sepertinya dia sedang lelah
malam ini, jadi sedikit mengesalkan’”, kata dia.
Strategi seperti itu bisa meredam emosi Anda sehingga perang dengan pasangan bisa dihindari.
2. Punya harapan tinggi
Mereka
yang punya pengharapan tinggi biasanya punya tujuan hidup, tahu
bagaimana mewujudkannya serta memiliki motivasi untuk mencapainya.
Berdasarkan penelitian, orang yang punya pengharapan tinggi cenderung
memiliki kesiapan menikah lebih tinggi.
3. Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi berarti tahu apa kelebihan dan kekurangan diri sendiri (self awareness), bisa menyemanganti diri sendiri saat sedang terpuruk (self-motivation), dapat memahami orang lain dengan melihat dari perspektif orang tersebut (empati) serta punya kemampuan bergaul (social skill).
Selain
itu, ada juga faktor eksternal yang berhubungan dengan kesiapan
menikah, seperti umur yang cukup, restu orangtua, keluarga dan teman,
juga tingkat pendidikan serta aspirasi karir.