Warga Palembang laksanakan tradisi bubur suro 10 Muharram

id bubur suro,bubur suro palembang,tradisi bubur suro,budaya palembang,tradisi 10 muharram,hari asyuro,masjid almahmudiyah

Warga Palembang laksanakan tradisi bubur suro 10 Muharram

Bubur suro yang sudah matang dituangkan kedalam wadah untuk dibagikan, Jumat (29/8) (ANTARA/Aziz Munajar/20)

Palembang (ANTARA) - Warga muslim di Kota Palembang masih melaksanakan tradisi berusia ratusan tahun yakni pembuatan bubur suro khusus setiap 10 Muharram atau Hari Asyura yang kerap dimaknai sebagai lebaran anak-anak yatim.

Salah satu yang masih melaksanakan tradisi itu, yakni Masjid Almahmudiyah atau Masjid Suro di Jalan Ki Gede Ing Suro Kecamatan Ilir Barat, Palembang, Jumat (28/8), di mana bubur khas yang hanya ditemui di Palembang dan sebagian daerah di Pulau Jawa itu dimasak oleh peracik berpengalaman.

“Alhamdulillah walau situasi COVID-19 tapi masih bisa membuat bubur suro,” kata pengurus Masjid Suro, Ki Agus Muhammad Sholeh, di lokasi pembuatan bubur.

Proses pembuatan bubur suro tersebut dibantu warga setempat dan biayanya juga berasal dari urunan dana warga sekitar.

Ia mengatakan pada 10 Muharram umat Islam dianjurkan saling berbagi, khususnya kepada anak yatim.

Bubur suro yang dibuat pada 10 Muharram tidak berbeda dengan bubur suro yang biasa dijumpai saat Bulan Ramadhan.

Ia mengatakan dari komposisi bahan dan proses pembuatanya sama-sama tetap mempertahankan polanya saat pertama kali mulai dibuat oleh ulama besar Palembang 200 tahun lalu.

Pembuatan bubur suro itu membutuhkan 20 kilogram beras, 20 kilogram daging sapi, dicampur berbagai bumbu dan rempah, seperti bawang putih, bawang merah, ketumbar, merica, garam, kecap, cengkeh, kayu manis, pala, bumbu sop dan minyak makan serta puluhan liter air bersih.

Ia menjelaskan beras harus dicuci terlebih dahulu kemudian dimasak serta diaduk tanpa henti selama tiga jam, bumbu rempah yang sudah ditumis lalu dimasukkan ke adonan beras sampai mengeluarkan aroma khas.

“Kalau aroma sudah keluarkan maka potongan daging dimasukkan, lalu aduk lagi sampai dipastikan masak, kurang lebih empat jam total waktu masaknya,“ katanya.

Proses memasak bubur menggunakan panci khusus dari tembaga kuningan yang biasa disebut warga Palembang dengan gerengseng, serta harus menggunakan kayu bakar khusus palawan agar kelembutan bubur merata.
Anak-anak yatim menyantap bubur suro di Masjid Suro Palembang, Jumat (29/8) (ANTARA/Aziz Munajar/20)


Setelah masak bubur dibagikan kepada 57 anak yatim di sekitar masjid dan disantap bersama dengan tetap menjaga protokol kesehatan, para anak yatim tersebut juga menerima santunan dari warga berupa uang tunai Rp250.000 per orang dan bingkisan sembako.

“Makna jika orang sedekah di 10 Muharram (Asyuro) itu ganjaran pahalanya lebih dari hari biasa,” kata Sholeh.

Ia berharap tradisi bubur suro tersebut akan terus dilaksanakan setiap tahun karena sudah menjadi warisan para ulama di Kota Palembang.