Otoritas pelabuhan perikanan Donggala atur penyaluran BBM nelayan
Palu (ANTARA) -
Otoritas Pelabuhan Perikanan Wilayah 1 Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah mengatur penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar kepada nelayan agar mencukupi karena pasokan belakangan ini jumlahnya terbatas.
"Pengisian BBM di Stasiun Pengisian Dealer Nelayan (SPDN) terpaksa kami atur supaya cukup, karena jatah 40 ton sebulan belum cukup memenuhi kebutuhan BBM nelayan," kata Kepala UPT Pelabuhan Perikanan Donggala Abdul Rasyid di Palu, Selasa.
Menurut dia, sekitar 500 kapal nelayan yang berlabuh di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala membutuhkan BBM. Dari 500 kapal itu, sebanyak 73 kapal berkapasitas mesin di atas 10 gross ton (GT), sisanya 427 di bawah 5 GT atau berlisensi dokumen Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP).
"Kuota 40 ton BBM bersubsidi diberikan Pertamina setiap pekan sekitar 8 ton dengan lima kali distribusi. Kami berharap ada kebijakan pemerintah menambah pasokan solar untuk nelayan supaya kegiatan mereka bisa lebih maksimal," ujar Rasyid.
Idealnya, kata dia, nelayan butuh 80 ton lebih solar dalam sebulan dengan jatah 16 ton per tujuh harii. Sebab, kapal berukuran di atas 10 GT minimal membutuhkan 600 liter BBM setiap kali perjalanan dengan jarak 60 sampai 100 mil laut dalam tempo enam hari.
"Kami menyiasatinya dengan memberikan 420 liter bagi kapal berukuran di atas 10 GT, dan 120 liter bagi kapal di bawah 5 GT dengan jarak tangkap di atas 30 mil laut, dan di sisi lain konsekuensi tempo kegiatan tangkap terbatas karena menyesuaikan ketersediaan BBM," kata Rasyid menuturkan.
Penyaluran BBM subsidi bagi nelayan saat ini cukup ketat, berdasarkan regulasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Nelayan pemilik kapal di atas 10 GT, diharuskan memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI), surat persetujuan berlayar dan surat laik operasi sebelum mengambil rekomendasi untuk memperoleh BBM bersubsidi.
Sedangkan kapal di bawah 5 GT, diharuskan memiliki lisensi tanda daftar kapal perikanan (TDKP) dari otoritas setempat. "Semoga Pemerintah Sulteng dan Pertamina dapat merevisi kembali penetapan kuota guna meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan nelayan," demikian Rasyid.