"Jika ada yang mengatakan kalau kawasan industri kami tidak ramah lingkungan, saya akan bawa bapak ibu semua ke kawasan industri Weda Bay di Maluku Utara," ujar Bahlil dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan kawasan industri Weda Bay merupakan bagian dari penghasil ekspor sebesar 12 miliar dolar AS untuk sektor hilirisasi mineral. Oleh karena itu dari hasil ekspor yang didapat dari kawasan itu, Indonesia memiliki potensi besar bagi investasi di sektor ekonomi hijau
Bahlil mengajak para investor Australia dan negara maju lainnya untuk lebih intens berinvestasi ke sektor ekonomi hijau di negara berkembang, karena secara demografi, populasi di negara berkembang mencakup 2/3 dunia.
"Hanya 1/5 dari investasi pada energi hijau yang mengalir ke negara berkembang. Padahal 2/3 dari penduduk dunia hidup di negara berkembang," kata dia.
Di sisi lain salah satu peserta IABS 2024 dari Australia-Indonesia Business Council Geoffrey Gold menyampaikan, terdapat peluang bisnis yang besar bila melihat dari hubungan diplomatik antara Australia dan Indonesia yang sangat baik, sehingga hal itu bisa membuat investor nyaman untuk melakukan kerja sama usaha.
"Kami ingin melihat sektor pertambangan dan mineral, kerja sama saling menguntungkan. Saya harap kedua pemerintah dapat mendukung hal tersebut. Diharapkan, Indonesia semakin terbuka kepada investasi dari Australia, sebagaimana Australia terbuka bagi investor Indonesia,” ujar Geoffrey.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM selama periode 2023, Australia menempati peringkat ke-10 sebagai sumber penanaman modal asing (PMA) terbesar bagi Indonesia dengan realisasi investasi mencapai 0,5 miliar dolar AS.
Pada periode triwulan I tahun 2024, Australia masih berada di peringkat ke-10 dengan realisasi investasi sebesar 172,3 juta dolar AS.
Tiga sektor utama penyumbang realisasi investasi terbesar asal Australia yaitu pertambangan 65,4 persen, hotel dan restoran 7,6 persen, dan Jasa Lainnya 6,4 persen.