P2TP2A : Waspadai perdagangan manusia pascagempa

id DP3A,Sulteng

P2TP2A : Waspadai perdagangan manusia pascagempa

Pelatihan peningkatan kualitas keluarga dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Parigi Moutong. (Antaranews Sulteng/istimewa) (Antaranews Sulteng/istimewa/)

Palu (Antaranews Sulteng) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulawesi Tengah menyatakan praktek perdagangan manusia/perdagangan perempuan (Human Trafficking ) patut di waspadai pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.

"Seperti pengalaman di daerah lain pascabencana, banyak terjadi hal-hal tindak kekerasan terhadap perempuan mulai dari perkosaan, pelecehan seksual trafficking, perdagangan anak," ucap Ketua Divisi Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak P2TP2A Sulawesi Tengah,  Nudiatulhuda Mangun, di Palu, Senin.

Selain itu, sebut Nudiatulhuda, perlu juga diwaspadai dan dicegah se-dini mungkin oknum-oknum tertentu yang melacurkan perempuan dan remaja perempuan.

Menurut Inun, sapaan akrab Nudiatulhuda dikarenakan beban hidup perempuan pascabencana gempa, likuifaksi dan tsunami utamanya mereka yang terdampak langsung, bebannya sangat besar.

Beban hidup yang sangat besar pascabencana, membuat perempuan rentan mendapt perlakuan kekerasan meliputi praktek-prakter tersebut.

Kondisi itu, tegas dia, tidak boleh di biarkan. Sebaliknya harus secapt di sikapi dan dicegah se-dini mungkin.

"Ini yang harus tentu kita hindari, kita cegah bersama-sama, jangan sampai terjadi di daerah kita pascabencana," kata Inun, pangilan akrabnya.

Aktivis perempuan itu menyarankan kepada pemerintah daerah untuk lebih menggiatkan upaya-upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan, demi mencegah terjadinya praktek-praktek tersebut.

"Pemerintah sudah berbuat, sudah ada pemerintah hadir. tetapi mungkin lebih di giatkan lagi, lebih diintensifkan lagi upaya-upaya itu," sebut dia.

Pemerintah termasuk Kementerian PPPA telah membentuk program termasuk cluster-cluster untuk mencegah hal-hal tersebut.

Namun, perlu di akui bahwa daerah ini masih kekurangan relawan untuk memberikan sosialisasi atau pemahaman kepada masyarakat tentang perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak, serta kemampuan untuk survive pascabencana.

Ia menerangkan perempuan dan anak menjadi kelompok yang paling berdampak pascabencana. Hal itu karena, beban dalam rumah tangga di timpakan kepada perempuan.

"Ini harus disikapi secara serius dan berkesinambungan menangani persoalan-persoalan yang akan dihadapi oleh perempuan dan anak pascabencana," imbuhnya.