Komoditi Kakao masih primadona petani Sulteng

id kakao

Komoditi Kakao masih primadona petani Sulteng

PANEN KAKAO DI SIGI Seorang petani mengolah buah kakao yang baru dipanen di Desa Jono Oge, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (15/11). Kabupaten Sigi merupakan salah satu daerah penghasil kakao yang menjadi salah satu komoditas andalan ekspor nasional. Sementara pada tahun 2018 mendatang, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menargetkan produksi kakao nasional mencapai 0,92 juta ton kering. (ANTARASulteng/Mohamad Hamzah)

Palu,  (Antaranews Sulteng) - Achrul Udaya, sorang pemerhati ekonomi mengatakan komoditi kakao masih tetap menjadi primadona petani di Provinsi Sulawesi Tengah, meski produksi dalam beberapa tahun terakhir ini menurun akibat berbagai faktor.

Kepada Antara di Palu, Minggu, Ketua Bidang Perdagangan Kadin Provinsi Sulteng itu mengatakan kakao masih merupakan komoditi unggulan di daerah itu.

Sebagian besar petani di Sulteng masih menggantungkan hidup mereka dari hasil komoditi perkebunan tersebut.

Meski harus diakui bahwa produksi kakao Sulteng menurun karena banyak petani yang gencar menanam komoditi lain seperti nilam, kopi dan cengkih karena harganya di pasaran cukup bagus.

"Tapi kebanyakan petani tetap menggantungkan hidup keluarga mereka dari hasil panen kakao," kata dia.

Faktor-faktor yang menyebabkan produksi kakao menurun antara lain, banyak petani yang menebang pohon kakao dan menggantikan dengan tanaman lainnya yang juga memiliki nilai ekonomi tinggi.

Juga ada kebun kakao yang dialihfungsikan sebagai lahan sawah.

"Tapi itu tidak banyak," kata mantan Kepala Cabang PT Sucofindo Palu itu.

Achrul yang juga seorang politikus di Palu mengatakan masih banyanya petani yang mengandalkan kakao sebagai sumber matapencaharian mereka karena harga biji kakao di pasaran internasional maupun dalam negeri terbilang cukup mengembirakan.

Harga kakao di tingkat pedagang pengumpul di Kota Palu sekarang ini berkisar Rp30.000/kg. Harga kakao sempat naik hingga mencapai Rp35.000/kg ketika terjadi krisis moneter (krismon) pada 1998-2000.

Saat itu, kata dia, ada banyak petani yang tiba-tiba menjadi kaya raya. Bahkan ada petani yang membeli kendaran mobil sampai empat unit, hanya gara-gara harga kakao naik sampai 35.000/kg.

Apalagi saat itu, ekspor kakao langsung dari Pelabuhan Pantoloan Palu. Setiap minggu kapal-kapal luar negeri merapat di pelabuhan Pantoloan hanya untuk mengangkut kakao produksi petani Sulteng.

Volume ekspor kakao Sulteng setiap bulan meningkat hingga menghasilkan devisa sebesar 300 juta dolar AS.

Petani pun semakin bergairah menanam dan merawat tanaman kakao? karena menjadi sumber pendapatan petani paling tinggi bagi mereka.

Jhoni Sapan, seorang petani kakao di Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi mengatakan rata-rata petani di wilayah itu masih menggantungkan hidup mereka dari komoditi perkebunan tersebut. "Kakao tetap masih primadona bagi petani di Kecamatan Palolo," kata dia.

Palolo merupakan salah satu sentra proiduksi kakao terbesar di Kabupaten Sigi.

Selain kakao, juga komoditi pangan berupa beras. Palolo juga merupakan sentra produksi beras di Kabupaten Sigi.

Baca juga: Kakao masih jadi primadona petani Sigi
Baca juga: Petani Sulteng masih bertumpu pada komoditas kakao
Baca juga: Sulteng miliki delapan komoditas unggulan perkebunan