Lampung Tengah (ANTARA) - Masih ada warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Lampung, seperti dialami Alfian (16), warga Kampung Tanjung Anom, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah yang terpaksa putus sekolah karena menjadi tulang punggung untuk keluarganya.
Alfian harus menghidupi ibu dan ketiga adik-adiknya, Puput (8), Afika (6), dan Qhaila (2).
Saat teman-teman sebayanya tengah giat untuk menggapai cita-citanya dengan belajar di sekolah, remaja ini justru harus menjadi tulang punggung keluarga.
Sejak ditinggal sang ayah satu tahun silam tanpa pesan yang jelas, Alfian saat ini menjadi tumpuan keluarga untuk bertahan hidup.
Tinggal di rumah berdinding papan dan beralaskan tanah bekas kandang sapi, Alfian mengais rejeki dari upah jasanya sebagai mekanik di salah satu bengkel di desanya.
"Enggak mesti dapat duit, sehari paling dua puluh lima sampai empat puluh ribu rupiah," ujar Alfian, di kediamannya, Rabu.
Sempat terbesit keinginannya untuk melanjutkan sekolah, namun keadaan memaksanya untuk mengurungkan niat itu.
"Kalau liat anak-anak sekolah saya rasanya pingin sekolah lagi. Tapi kalau saya sekolah gimana ibu sama adik-adik," katanya dengan mata berkaca-kaca .
Hal tersedih, lanjut remaja yang mengenyam pendidikan akhir STM (setengah semester) di Magelang ini, saat kedua adiknya Puput dan Afika hendak berangkat ke sekolah. "Sedih kalau adik sekolah enggak ada sangu (uang jajan)," ujarnya lagi.
Namun, lanjut Fian sapaan akrabnya, ia tetap tegar dengan keadaan saat ini. Dalam benaknya saat ini ialah bagaimana adik-adiknya tetap dapat melanjutkan sekolah.
“Harapan saya, adik-adik jangan putus sekolah, saya akan berjuang semampu saya demi keluarga," katanya lagi.
Mistiani (39), sang ibu mengaku untuk membantu putranya, ia pun bekerja serabutan, namun pekerjaan itu tak selalu setiap hari ia dapati.
"Sekarang cuma ngandelin dari anak (Fian), kalau ada kerjaan disuruh tetangga mencuci, nyeterika ya saya kerja, tetapi enggak setiap hari itu ada," katanya.
Hanya dengan mengandalkan penghasilan dari putranya yang pas-pasan, tak jarang keluarga ini harus berpuasa. "Kadang makan kadang tidak, kalau tidak ada (nasi) ya makan singkong," ujarnya lirih
Kepala Kampung Tanjung Anom Wasis Terisno Hadi membenarkan, tempat tinggal keluarga Mistiani adalah bekas kandang sapi. "Tanahnya numpang, kalau bangunan bekas kandang sapi, sudah sekitar satu tahun tinggal di sini," katanya pula.
Sebagai aparatur kampung, lanjutnya, pihaknya sudah berkali-kali mengajukan agar keluarga ini dapat menerima Program Keluarga Harapan (PKH), namun sayang sampai saat ini belum terealisasi. "Sudah kami ajukan, tetapi masih menunggu validasinya, sehingga belum bisa dapat bantuan," ujarnya lagi.
Ke depan, kata Wasis, untuk sedikit meringankan beban keluarga tersebut, ia bakal melakukan bedah rumah milik Mistiani itu. "Langkah ke depan, kami akan bedah rumah dengan cara swadaya," ujar dia pula.
Berita Terkait
PLN jadi tulang punggung Indonesia capai target emisi nol bersih
Rabu, 6 Maret 2024 15:52 Wib
Xpander jadi tulang punggung penjualan MMKSI di IIMS 2024
Rabu, 28 Februari 2024 16:15 Wib
Bek Timnas Indonesia Jordi butuh dua hari untuk pemulihan cedera tulang hidung
Minggu, 21 Januari 2024 10:20 Wib
Heboh, warga Tapin temukan tulang manusia di semak belukar
Selasa, 12 September 2023 6:37 Wib
Pelatih Timnas Indonesia turunkan pemain 'tulang punggung' dalam laga uji coba
Minggu, 6 Agustus 2023 7:25 Wib
Tim SAR gabungan selamatkan WNA patah tulang di laut
Sabtu, 22 Juli 2023 22:37 Wib
Marquez absen pada MotoGP Belanda karena patah tulang rusuk
Minggu, 25 Juni 2023 15:11 Wib
Pelaut berperan sebagai tulang punggung perekonomian
Minggu, 25 Juni 2023 13:26 Wib