Jakarta (ANTARA) - Zat karbon monoksida yang dihasilkan dari pembakaran rokok tembakau disebut menjadi salah satu potensi gangguan penyaluran oksigen ke otak dan mengakibatkan oksigen yang beredar berkurang, atau disebut hipoksia.
Pasalnya, kata ahli jantung Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita, dr Renan Sukmawan ST saat dihubungi wartawan, mengatakan bahwa zat karbon monoksida yang dihasilkan dari pembakaran rokok tembakau menjadi salah satu zat yang menyebabkan gangguan pada jantung dan pembuluh darah.
"Karenanya, selain harus mengubah gaya hidup sehat dan tentunya menghilangkan kebiasaan merokok, perokok harus tahu kapan mereka harus berhenti. Para perokok ini sebaiknya berhenti secepatnya, karena berdasarkan riset yang saya baca itu akan mengurangi bahaya tembakau hingga 90 persen," ujar Renan di Jakarta, Rabu.
Dengan zat yang terkandung dalam rokok tembakau tersebut, kini mulai banyak yang beralih ke rokok elektronik. Dalam studi yang dipublikasikan oleh American College of Cardiology pada November 2019 lalu, menunjukkan bahwa perokok yang beralih ke rokok elektrik mengalami peningkatan fungsi vaskular dalam waktu satu bulan.
Hasil penelitian tersebut juga menemukan bahwa perokok, terutama perempuan yang beralih menggunakan rokok elektronik mengalami peningkatan fungsi pembuluh darah yang lebih baik, khususnya di sel endotel (sel yang berada dalam dinding pembuluh darah).
Selain itu, dilansir dari laman web University of Dundee, Guru Besar Kedokteran dan Terapi Kardiovaskular di University of Dundee Jacob George yang memimpin penelitian tersebut mengatakan setiap peningkatan fungsi jantung menghasilkan penurunan 13 persen dalam tingkat kejadian kardiovaskular seperti serangan jantung.
"Dengan beralihnya para partisipan (peserta penelitian) dari rokok ke rokok elektronik, kami menemukan peningkatan persentase poin rata-rata 1,5 dalam satu bulan, dan ini merupakan peningkatan yang signifikan dalam kesehatan jantung," katanya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga menemukan bahwa dalam jangka pendek setidaknya, terlepas dari apakah rokok elektronik itu mengandung atau tidak mengandung nikotin, akan terlihat peningkatan kesehatan pembuluh darah.
"Seseorang akan melihat peningkatan pada kesehatan pembuluh darah dibandingkan merokok dengan rokok konvensional," ucapnya.
Temuan ini, diharapkan dapat memberikan pandangan baru dalam menghadapi tingginya kerugian yang diakibatkan oleh penyakit jantung atau penyakit-penyakit katastropik lainnya yang berhubungan dengan rokok. Terlebih selama periode Januari hingga Mei 2019 lalu saja BPJS Kesehatan telah mendanai biaya penyakit katastropik sebesar Rp20 triliun dan 52 persen di antaranya dihabiskan untuk penyakit jantung.
Sebelumnya, Public Health of England juga telah mengumumkan temuannya bahwa rokok elektronik 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan dengan rokok konvensional, karena tidak adanya proses pembakaran yang menghasilkan karbon monoksida.
Baca juga: Mengapa rokok elektronik dilarang?
Baca juga: Asosiasi vape ungkap adanya penyalahgunaan rokok elektrik
Baca juga: IDI: Dokter yang kampanyekan rokok elektronik tersesat
Karbon monoksida dalam rokok dapat ganggu penyaluran oksigen ke otak
Karenanya, selain harus mengubah gaya hidup sehat dan tentunya menghilangkan kebiasaan merokok, perokok harus tahu kapan mereka harus berhenti. Para perokok ini sebaiknya berhenti secepatnya, karena berdasarkan riset yang saya baca itu akan mengurang