Upaya wujudkan Sigi jadi kabupaten tangguh bencana
Palu (ANTARA) - Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, menjadi satu daerah yang paling parah tingkat kerusakannya saat gempa dan likuefaksi menghantam wilayah itu pada 2018.
Hal itu tidak lepas dari adanya sesar aktif Palu-Koro yang melintasi langsung di "Bumi Sigi", sekaligus menjadikan daerah itu rawan gempa.
Sigi juga menjadi daerah yang paling sering dilanda banjir bandang dan longsor bila hujan deras mengguyur kabupaten itu.
Bahkan, banjir bandang dan longsor terjadi secara berulang-ulang di kecamatan dan desa yang sama. Misalnya, Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi. Tahun 2011 desa itu diterjang banjir bandang menewaskan enam warga. Tahun 2019, tepat pada Kamis (12/12) petang, bencana yang sama kembali menerjang. Kali ini korban jiwa dua orang dan 57 rumah rusak.
"Kejadian ini tidak diduga oleh kita semua. Tapi sayangnya, kejadian ini adalah kejadian yang berulang," ucap Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola.
Gubernur mengingatkan warga agar menjaga kelestarian hutan dan tidak menebang pohon, demi keselamatan dan keberlanjutan hidup.
Selain banjir bandang Kulawi, beberapa peristiwa banjir bandang yang menerjang Desa Bangga, Desa Rogo, Desa Poi, dan beberapa wilayah di Kecamatan Gumbasa harus menjadi pelajaran bahwa perlunya membangun kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana, dan mitigasi bencana.
Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta mengakui Sigi paling sering dilanda banjir bandang dan longsor, walaupun bencana yang sama juga menimpa beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah.
"Bencana serupa ini hampir terjadi di semua wilayah di Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Sigi. Kita yang paling banyak," katanya.
Semua pihak tentu tidak menginginkan bencana tersebut terjadi secara berulang-ulang, lalu diikutkan dengan langkah reaksioner, yaitu dilakukan perbaikan, peningkatan kualitas lingkungan dan daerah aliran sungai (DAS) bila bencana terjadi.
Bukan langkah reaksioner yang dibutuhkan, tetapi langkah visioner untuk mengeluarkan masyarakat Sigi dari ancaman bencana yang bisa terjadi di mana dan kapan saja.
Bangun kesiagaan
Sigi diakui sebagai daerah yang paling rawan terhadap bencana alam, utamanya banjir bandang dan longsor. Tidak ada pilihan lain, selain membangun kesiapsiagaan masyarakat dan memitigasi bencana demi pengurangan risiko bencana.
Menyadari hal itu, Pemkab Sigi membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Forum PRB terdiri atas unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah, akademisi, pers, dan pelaku usaha/dunia usaha.
Para unsur yang terlibat di dalam forum itu, berkomitmen mewujudkan Sigi sebagai daerah tangguh bencana.
"Sigi saat ini sedang berupaya menuju kabupaten tangguh bencana, segala regulasi dan dokumen kajian terhadap pengurangan risiko bencana sebagian sudah ada, sebagiannya sedang berproses," ucap Ketua Forum PRB Kabupaten Sigi Saiful Taslim.
Forum PRB memiliki dua target yaitu tersedianya regulasi berkaitan dengan pengurangan risiko bencana. Forum PRB Sigi mendorong adanya beberapa regulasi berupa peraturan bupati tentang rencana penanggulangan bencana (RPB) kabupaten, yang saat ini naskah akademiknya sudah ada.
Kemudian, regulasi berupa peraturan bupati tentang rencana penanggulangan kedaruratan bencana (RPKB) yang saat ini perbupnya sudah ada dan dokumen RPKB-nya juga sudah ada.
"Forum PRB dan Pemkab Sigi akan menyosialisasikan dokumen RPKB kepada masyarakat di 11 kecamatan," sebutnya.
Menyangkut dengan rancangan regulasi RPB, sedang berproses. Forum PRB Sigi terus berkoordinasi dengan Bupati Sigi untuk mendapat dukungan penuh dalam hal penyusunan regulasi tersebut.
Berkaitan dengan penguatan kelembagaan forum PRB dan peningkatan kapasitas, Saiful mengutarakan, terdapat dua kecamatan di Kabupaten Sigi yang menjadi prioritas, yakni Kulawi dan Dolo Selatan.
"Jadi seluruh forum PRB tingkat desa dan kecamatan di dua kecamatan tersebut, ditingkatkan kapasitasnya dalam hal pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana, itu menjadi salah satu muatan dalam penguatan kelembagaan," ujarnya.
Selain itu, diikutkan dengan penyusunan dokumen kajian risiko bencana di masing-masing desa di dua kecamatan tersebut.
"Setidaknya dokumen itu memuat tentang kajian strategis pengurangan risiko bencana dan langkah mitigasi bencana," kata Ipul sapaan akrab Saiful.
Penguatan kelembagaan forum pengurangan risiko bencana dari tingkat kabupaten hingga desa se-Kabupaten Sigi diikutkan dalam peningkatan kapasitas mitigasi bencana.
Oleh karena Sigi rentan bencana alam, kesemuanya itu membutuhkan kesiapan sumber daya dan didukung regulasi yang mengatur penanganan dan mitigasi secara spesifik.
Respons positif
Gagasan dan upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan oleh semua unsur yang terlibat dalam Forum PRB Sigi, mendapat respons positif dari DPRD setempat.
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sigi Rahmat Saleh mengutarakan pihaknya turut serta membantu Forum PRB dan mitra kerjanya dalam upaya mendorong regulasi pengurangan risiko bencana di daerah itu.
"Hal ini penting sekali karena, Sigi merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana. Nah, peran legislatif yakni membantu mematangkan konsep/gagasan tersebut," ujarnya.
IKetersediaan regulasi turunan berupa peraturan bupati dari perda tentang pengurangan risiko bencana sejak 2012, menjadi hal yang sangat penting untuk Kabupaten Sigi.
"Karena menyangkut tentang pengurangan risiko bencana adalah kebutuhan semua komponen di Sigi," katanya.
Pentingnya regulasi yang mengatur secara spesifik mengenai pengurangan risiko bencana, sebut dia, maka Pemkab Sigi harus memberikan satu legalitas dalam bentuk perbup terkait hal itu.
Legalitas itu, di dalamnya harus memuat tentang edukasi terhadap masyarakat agar semua komponen masyarakat di Sigi bertanggung jawab dalam menyiapkan sumber daya untuk hidup berdampingan dengan bencana.
Pendekatannya yakni membangun kesiapsiagaan yang diikutkan dengan pembangunan kapasitas masyarakat dalam hal pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana.
"Bukan hanya membangun sumber dayanya, tetapi harus membangun satu perilaku/kebiasaan yang selalu bermuara pada pengurangan risiko bencana. Ini penting, karena Sigi rawan dengan bencana," katanya.
Diajarkan
Semua pihak di Sigi sepakat bahwa mengenai kebencanaan dan mitigasi bencana untuk pengurangan risiko bencana, perlu diajarkan kepada masyarakat sejak dini.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sigi menerbitkan peraturan bupati tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
Akademi IAIN Palu Dr Arifuddin M. Arif yang terlibat dalam penyusunan naskah akademik perbup SPAB mengemukakan SPAB salah satu bagian upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan yang bertujuan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan.
Selain itu, meningkatkan kemampuan sumber daya satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana, memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari dampak bencana di satuan pendidikan serta memastikan keberlangsungan layanan pendidikan, pemulihan dampak bencana.
Pilar program utama SPAB ada tiga, yaitu penguatan kapasitas infrastruktur bangunan satuan pendidikan, penguatan manajemen kebencanaan, dan peningkatan kapasitas warga satuan pendidikan dalam menghadapi bencana alam melalui edukasi dan pembelajaran mitigasi bencana, baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler serta literasi kebencanaan berbasis konten lokal.
Oleh karena itu, SPAB dapat menjadi wahana pembiasaan kesiapsiagaan atau edukasi mitigasi bencana sehingga, satuan pendidikan sangat urgen mengoptimalkan implementasi SPAB.
Hal itu tidak lepas dari adanya sesar aktif Palu-Koro yang melintasi langsung di "Bumi Sigi", sekaligus menjadikan daerah itu rawan gempa.
Sigi juga menjadi daerah yang paling sering dilanda banjir bandang dan longsor bila hujan deras mengguyur kabupaten itu.
Bahkan, banjir bandang dan longsor terjadi secara berulang-ulang di kecamatan dan desa yang sama. Misalnya, Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi. Tahun 2011 desa itu diterjang banjir bandang menewaskan enam warga. Tahun 2019, tepat pada Kamis (12/12) petang, bencana yang sama kembali menerjang. Kali ini korban jiwa dua orang dan 57 rumah rusak.
"Kejadian ini tidak diduga oleh kita semua. Tapi sayangnya, kejadian ini adalah kejadian yang berulang," ucap Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola.
Gubernur mengingatkan warga agar menjaga kelestarian hutan dan tidak menebang pohon, demi keselamatan dan keberlanjutan hidup.
Selain banjir bandang Kulawi, beberapa peristiwa banjir bandang yang menerjang Desa Bangga, Desa Rogo, Desa Poi, dan beberapa wilayah di Kecamatan Gumbasa harus menjadi pelajaran bahwa perlunya membangun kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana, dan mitigasi bencana.
Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta mengakui Sigi paling sering dilanda banjir bandang dan longsor, walaupun bencana yang sama juga menimpa beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah.
"Bencana serupa ini hampir terjadi di semua wilayah di Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Sigi. Kita yang paling banyak," katanya.
Semua pihak tentu tidak menginginkan bencana tersebut terjadi secara berulang-ulang, lalu diikutkan dengan langkah reaksioner, yaitu dilakukan perbaikan, peningkatan kualitas lingkungan dan daerah aliran sungai (DAS) bila bencana terjadi.
Bukan langkah reaksioner yang dibutuhkan, tetapi langkah visioner untuk mengeluarkan masyarakat Sigi dari ancaman bencana yang bisa terjadi di mana dan kapan saja.
Bangun kesiagaan
Sigi diakui sebagai daerah yang paling rawan terhadap bencana alam, utamanya banjir bandang dan longsor. Tidak ada pilihan lain, selain membangun kesiapsiagaan masyarakat dan memitigasi bencana demi pengurangan risiko bencana.
Menyadari hal itu, Pemkab Sigi membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Forum PRB terdiri atas unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah, akademisi, pers, dan pelaku usaha/dunia usaha.
Para unsur yang terlibat di dalam forum itu, berkomitmen mewujudkan Sigi sebagai daerah tangguh bencana.
"Sigi saat ini sedang berupaya menuju kabupaten tangguh bencana, segala regulasi dan dokumen kajian terhadap pengurangan risiko bencana sebagian sudah ada, sebagiannya sedang berproses," ucap Ketua Forum PRB Kabupaten Sigi Saiful Taslim.
Forum PRB memiliki dua target yaitu tersedianya regulasi berkaitan dengan pengurangan risiko bencana. Forum PRB Sigi mendorong adanya beberapa regulasi berupa peraturan bupati tentang rencana penanggulangan bencana (RPB) kabupaten, yang saat ini naskah akademiknya sudah ada.
Kemudian, regulasi berupa peraturan bupati tentang rencana penanggulangan kedaruratan bencana (RPKB) yang saat ini perbupnya sudah ada dan dokumen RPKB-nya juga sudah ada.
"Forum PRB dan Pemkab Sigi akan menyosialisasikan dokumen RPKB kepada masyarakat di 11 kecamatan," sebutnya.
Menyangkut dengan rancangan regulasi RPB, sedang berproses. Forum PRB Sigi terus berkoordinasi dengan Bupati Sigi untuk mendapat dukungan penuh dalam hal penyusunan regulasi tersebut.
Berkaitan dengan penguatan kelembagaan forum PRB dan peningkatan kapasitas, Saiful mengutarakan, terdapat dua kecamatan di Kabupaten Sigi yang menjadi prioritas, yakni Kulawi dan Dolo Selatan.
"Jadi seluruh forum PRB tingkat desa dan kecamatan di dua kecamatan tersebut, ditingkatkan kapasitasnya dalam hal pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana, itu menjadi salah satu muatan dalam penguatan kelembagaan," ujarnya.
Selain itu, diikutkan dengan penyusunan dokumen kajian risiko bencana di masing-masing desa di dua kecamatan tersebut.
"Setidaknya dokumen itu memuat tentang kajian strategis pengurangan risiko bencana dan langkah mitigasi bencana," kata Ipul sapaan akrab Saiful.
Penguatan kelembagaan forum pengurangan risiko bencana dari tingkat kabupaten hingga desa se-Kabupaten Sigi diikutkan dalam peningkatan kapasitas mitigasi bencana.
Oleh karena Sigi rentan bencana alam, kesemuanya itu membutuhkan kesiapan sumber daya dan didukung regulasi yang mengatur penanganan dan mitigasi secara spesifik.
Respons positif
Gagasan dan upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan oleh semua unsur yang terlibat dalam Forum PRB Sigi, mendapat respons positif dari DPRD setempat.
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sigi Rahmat Saleh mengutarakan pihaknya turut serta membantu Forum PRB dan mitra kerjanya dalam upaya mendorong regulasi pengurangan risiko bencana di daerah itu.
"Hal ini penting sekali karena, Sigi merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana. Nah, peran legislatif yakni membantu mematangkan konsep/gagasan tersebut," ujarnya.
IKetersediaan regulasi turunan berupa peraturan bupati dari perda tentang pengurangan risiko bencana sejak 2012, menjadi hal yang sangat penting untuk Kabupaten Sigi.
"Karena menyangkut tentang pengurangan risiko bencana adalah kebutuhan semua komponen di Sigi," katanya.
Pentingnya regulasi yang mengatur secara spesifik mengenai pengurangan risiko bencana, sebut dia, maka Pemkab Sigi harus memberikan satu legalitas dalam bentuk perbup terkait hal itu.
Legalitas itu, di dalamnya harus memuat tentang edukasi terhadap masyarakat agar semua komponen masyarakat di Sigi bertanggung jawab dalam menyiapkan sumber daya untuk hidup berdampingan dengan bencana.
Pendekatannya yakni membangun kesiapsiagaan yang diikutkan dengan pembangunan kapasitas masyarakat dalam hal pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana.
"Bukan hanya membangun sumber dayanya, tetapi harus membangun satu perilaku/kebiasaan yang selalu bermuara pada pengurangan risiko bencana. Ini penting, karena Sigi rawan dengan bencana," katanya.
Diajarkan
Semua pihak di Sigi sepakat bahwa mengenai kebencanaan dan mitigasi bencana untuk pengurangan risiko bencana, perlu diajarkan kepada masyarakat sejak dini.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sigi menerbitkan peraturan bupati tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
Akademi IAIN Palu Dr Arifuddin M. Arif yang terlibat dalam penyusunan naskah akademik perbup SPAB mengemukakan SPAB salah satu bagian upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan yang bertujuan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan.
Selain itu, meningkatkan kemampuan sumber daya satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana, memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari dampak bencana di satuan pendidikan serta memastikan keberlangsungan layanan pendidikan, pemulihan dampak bencana.
Pilar program utama SPAB ada tiga, yaitu penguatan kapasitas infrastruktur bangunan satuan pendidikan, penguatan manajemen kebencanaan, dan peningkatan kapasitas warga satuan pendidikan dalam menghadapi bencana alam melalui edukasi dan pembelajaran mitigasi bencana, baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler serta literasi kebencanaan berbasis konten lokal.
Oleh karena itu, SPAB dapat menjadi wahana pembiasaan kesiapsiagaan atau edukasi mitigasi bencana sehingga, satuan pendidikan sangat urgen mengoptimalkan implementasi SPAB.