Puluhan advokat berikan bantuan hukum kasus IRT yang ditahan bersama balita
Kami berencana mengajukan permohonan praperadilan terkait dengan kasus tersebut. Persetujuan kuasa hukum dari pihak keluarga para IRT terkait dengan rencana itu, saat ini tengah diurus
Mataram (ANTARA) - Sebanyak 50 advokat yang tergabung dalam "Nyalakan Keadilan untuk IRT" siap memberikan pendampingan hukum kepada empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan bersama balitanya di Kejari Praya lantaran melempar gudang rokok UD Mawar, Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Sebagai langkah awal, kata Koordinator Tim Keadilan untuk IRT Ali Usman Ahim di Mataram, Sabtu, pihaknya mulai melakukan investigasi, mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan dari para pihak terkait untuk mengetahui kronologis kejadian serta duduk persoalan sesungguhnya yang terjadi.
Selain menjenguk empat IRT di Rutan Praya, pihaknya juga sudah menemui pihak keluarga serta melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi kejadian kasus dugaan perusakan yang menjadi dasar kasus hukum tersebut.
"Kami berencana mengajukan permohonan praperadilan terkait dengan kasus tersebut. Persetujuan kuasa hukum dari pihak keluarga para IRT terkait dengan rencana itu, saat ini tengah diurus," katanya.
Sekretaris DPD Partai Gerindra NTB yang juga mantan Direktur Eksekutif Walhi NTB ini mengatakan bahwa pihaknya tergerak untuk ikut membantu mereka bukan karena apa-apa. Akan tetapi, lebih sebagai bentuk gerakan moral dan kemanusiaan.
Menurut dia, kasus yang membelit para IRT tersebut aneh sampai harus diproses hukum. Pasalnya, ada langkah-langkah restorative justice yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut, tanpa harus melalui proses hukum, apalagi penyebabnya hanya persoalan sepele.
Anggota tim hukum lain, Apriadi Abdi Negara, yang juga Ketua LBH Pencari Keadilan menegaskan bahwa hukum dibuat untuk menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan malah untuk melanggengkan penindasan.
Kalau penegakan hukum model seperti ini, menurut Abdi, tidak berkesesuaian dengan tujuan penciptaan hukum itu sendiri.
"Ini ada ibu yang anaknya sedang sekarat harus ditahan. Ada juga yang terpaksa harus membawa serta anaknya yang masih balita ikut ke penjara. Di mana rasa keadilan dan kemanusiaan itu?" ujarnya.
Hal itulah yang kemudian menggerakkan hati berbagai elemen masyarakat di daerah ini untuk membantu upaya penyelesaian terhadap kasus yang menimpa empat IRT beserta keluarganya tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi tim, kata Ikhsan Ramdhani yang juga anggota tim hukum, empat IRT tersebut ditahan lantaran dituduh melakukan perusakan dengan melemparkan batu ke gudang pabrik tembakau, UD Mawar Putra.
Dua di antara IRT itu, kata Ketua Formapi NTB ini, memiliki anak berusia sekitar 1 tahun dan 1,5 tahun ikut bersama ibunya berada di sel karena harus diberikan ASI.
Setelah pihaknya melakukan olah TKP, tidak ada kerusakan yang timbul akibat perbuatan empat IRT tersebut.
"Saya tidak habis pikir apa yang menjadi dasar pertimbangan objektif pihak jaksa sehingga menahan mereka. Kenapa penyidik seperti memaksakan perkara diproses?" katanya.
Diketahui bahwa empat ibu rumah tangga berinisial HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38) warga Desa Wajegeseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, masuk penjara bersama dua balita.
Keempat ibu itu diduga melakukan perusakan atap gedung pabrik tembakau yang ada di desa setempat pada bulan Desember 2020.
Berkas kasus itu telah masuk meja hijau dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, di akhir Februari 2021.
Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Praya Abdul Haris mengatakan bahwa berkas perkara tahap dua kasus perusakan gudang tembakau itu secara formil telah terpenuhi sehingga para tersangka ditahan.
"Pada saat kami terima tahap II 3 hari lalu, hanya empat tersangka, itu dititip di Polsek Praya Tengah, karena tidak ada yang menjamin atau mengajukan surat penangguhan," katanya di kantornya, Jumat (19/2).
Sebagai langkah awal, kata Koordinator Tim Keadilan untuk IRT Ali Usman Ahim di Mataram, Sabtu, pihaknya mulai melakukan investigasi, mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan dari para pihak terkait untuk mengetahui kronologis kejadian serta duduk persoalan sesungguhnya yang terjadi.
Selain menjenguk empat IRT di Rutan Praya, pihaknya juga sudah menemui pihak keluarga serta melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi kejadian kasus dugaan perusakan yang menjadi dasar kasus hukum tersebut.
"Kami berencana mengajukan permohonan praperadilan terkait dengan kasus tersebut. Persetujuan kuasa hukum dari pihak keluarga para IRT terkait dengan rencana itu, saat ini tengah diurus," katanya.
Sekretaris DPD Partai Gerindra NTB yang juga mantan Direktur Eksekutif Walhi NTB ini mengatakan bahwa pihaknya tergerak untuk ikut membantu mereka bukan karena apa-apa. Akan tetapi, lebih sebagai bentuk gerakan moral dan kemanusiaan.
Menurut dia, kasus yang membelit para IRT tersebut aneh sampai harus diproses hukum. Pasalnya, ada langkah-langkah restorative justice yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut, tanpa harus melalui proses hukum, apalagi penyebabnya hanya persoalan sepele.
Anggota tim hukum lain, Apriadi Abdi Negara, yang juga Ketua LBH Pencari Keadilan menegaskan bahwa hukum dibuat untuk menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan malah untuk melanggengkan penindasan.
Kalau penegakan hukum model seperti ini, menurut Abdi, tidak berkesesuaian dengan tujuan penciptaan hukum itu sendiri.
"Ini ada ibu yang anaknya sedang sekarat harus ditahan. Ada juga yang terpaksa harus membawa serta anaknya yang masih balita ikut ke penjara. Di mana rasa keadilan dan kemanusiaan itu?" ujarnya.
Hal itulah yang kemudian menggerakkan hati berbagai elemen masyarakat di daerah ini untuk membantu upaya penyelesaian terhadap kasus yang menimpa empat IRT beserta keluarganya tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi tim, kata Ikhsan Ramdhani yang juga anggota tim hukum, empat IRT tersebut ditahan lantaran dituduh melakukan perusakan dengan melemparkan batu ke gudang pabrik tembakau, UD Mawar Putra.
Dua di antara IRT itu, kata Ketua Formapi NTB ini, memiliki anak berusia sekitar 1 tahun dan 1,5 tahun ikut bersama ibunya berada di sel karena harus diberikan ASI.
Setelah pihaknya melakukan olah TKP, tidak ada kerusakan yang timbul akibat perbuatan empat IRT tersebut.
"Saya tidak habis pikir apa yang menjadi dasar pertimbangan objektif pihak jaksa sehingga menahan mereka. Kenapa penyidik seperti memaksakan perkara diproses?" katanya.
Diketahui bahwa empat ibu rumah tangga berinisial HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38) warga Desa Wajegeseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, masuk penjara bersama dua balita.
Keempat ibu itu diduga melakukan perusakan atap gedung pabrik tembakau yang ada di desa setempat pada bulan Desember 2020.
Berkas kasus itu telah masuk meja hijau dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, di akhir Februari 2021.
Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Praya Abdul Haris mengatakan bahwa berkas perkara tahap dua kasus perusakan gudang tembakau itu secara formil telah terpenuhi sehingga para tersangka ditahan.
"Pada saat kami terima tahap II 3 hari lalu, hanya empat tersangka, itu dititip di Polsek Praya Tengah, karena tidak ada yang menjamin atau mengajukan surat penangguhan," katanya di kantornya, Jumat (19/2).