Palu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) menyatakan bahwa pihaknya telah menyelesaikan delapan konflik agraria yang melibatkan masyarakat dan perusahaan pada Desember 2024.
"Konflik-konflik tersebut meliputi konflik tanah di wilayah perkebunan besar, penolakan atas izin pertambangan, serta persoalan sosial seperti kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan," kata Tenaga Ahli Gubernur Sulawesi Tengah M Ridha Saleh di Palu, Rabu.
Ia menjelaskan, konflik agraria tersebut tersebar di hampir seluruh kabupaten di Sulawesi Tengah.
Dari delapan konflik terbaru yang diselesaikan, wilayah dengan konflik terbesar berada di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.
Ia mengemukakan, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura sebelumnya telah memberikan arahan agar penanganan konflik agraria mengutamakan asas-asas kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan tanpa mengabaikan pentingnya menjaga iklim investasi di daerah.
"Sejauh ini, banyak konflik yang kami tangani adalah konflik lama yang belum selesai. Hingga Desember 2024, Pemprov Sulteng telah menyelesaikan 56 kasus/konflik agraria, termasuk empat kasus yang diselesaikan beberapa waktu lalu," ujarnya.
Guna menyelesaikan konflik tersebut, Gubernur Rusdy telah membentuk tim khusus yang berkolaborasi dengan Biro Hukum dan Biro Ekonom. Tim ini bertugas mengkaji, melaksanakan gelar perkara, serta menyiapkan proses mediasi sebelum konflik diselesaikan.
"Hampir semua konflik agraria yang kami tangani diselesaikan melalui mediasi. Hanya tiga kasus yang kami rekomendasikan untuk dilanjutkan ke meja pengadilan," tambahnya.
Ridha menegaskan, upaya penyelesaian konflik agraria akan terus dilakukan oleh Pemprov Sulteng dengan melibatkan semua pihak terkait, demi menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat maupun pelaku usaha di wilayah tersebut.