Perum LKBN ANTARA dorong aliansi strategis dengan RRI dan TVRI
Kami mendorong aliansi strategis yang lebih kuat antara mitra kami, sahabat kami, TVRI (Televisi Republik Indonesia) dan RRI (Radio Republik Indonesia) untuk membuat sebuah agenda setting (rencana pemberitaan) bersama, produksi dan distribusi sesuai
Jakarta (ANTARA) - Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional (Perum LKBN) ANTARA saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta, Selasa, mendorong adanya aliansi strategis antara ANTARA, RRI, dan TVRI.
Direktur Umum Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat menyampaikan usulan itu di depan anggota Komisi I DPR RI saat menerangkan kinerja perusahaan tahun lalu dan program kerja ANTARA untuk tahun ini.
"Kami mendorong aliansi strategis yang lebih kuat antara mitra kami, sahabat kami, TVRI (Televisi Republik Indonesia) dan RRI (Radio Republik Indonesia) untuk membuat sebuah agenda setting (rencana pemberitaan) bersama, produksi dan distribusi sesuai jalur masing-masing," kata Meidyatama menerangkan.
ANTARA, RRI, dan TVRI, menurut Meidyatama, memiliki tugas yang tidak jauh berbeda, yaitu memberitakan kepentingan publik, negara, dan kinerja pemerintah.
Oleh karena itu, ia berpendapat adanya aliansi antara ANTARA dan dua lembaga penyiaran publik itu dapat membuka peluang kolaborasi penyusunan agenda setting yang lebih inovatif dan kreatif ke depannya.
Usulan itu, Meidyatama menerangkan, pernah ia sampaikan dalam pertemuan bersama Komisi I DPR RI.
Namun, adanya aliansi atau setidaknya forum bersama antara ANTARA, TVRI, dan RRI, bergantung pada keputusan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) Republik Indonesia, khususnya di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP).
"Kami telah bertemu sekali, dua kali, tetapi masih menunggu Kominfo," ujar Meidyatama, yang saat itu turut didampingi oleh Direktur Pemberitaan Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir, serta Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis Perum LKBN ANTARA Hempi N Prajudi.
Dalam kesempatan itu, Meidyatama turut menyampaikan kinerja terkait pemberitaan selama pandemi COVID-19 sebagaimana ditanyakan oleh Komisi I DPR RI.
Direktur utama ANTARA menerangkan rata-rata ada total lebih 200.000 produk berita yang diproduksi tiap tahun. Sementara itu, ada sekitar 130.000 produk-produk berita, termasuk teks, foto, video, dan infografis yang memberitakan penanganan COVID-19 serta vaksinasi.
"Sejak tahun lalu, kami juga diminta BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) terkait program-program BNPB terkait COVID-19 dan (membantu meningkatkan) kesadaran terhadap COVID-19. Dari program itu, ada lebih dari 500 produk berita," terang Meidyatama.
Pimpinan ANTARA lebih lanjut menjelaskan ke para anggota dewan bahwa produk berita ANTARA telah diakses oleh lebih dari 200 pelanggan media, laman pusat antaranews.com, laman ANTARA yang dikelola oleh kantor biro di 34 provinsi, jaringan kantor berita Asia Pasifik (OANA), kantor berita asing lainnya seperti Reuters, badan-badan pemerintah, pihak swasta, dan komunitas.
Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direksi Perum LKBN ANTARA dan Lembaga Sensor Film di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen DPR/MPR RI. Pertemuan itu dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid dan dihadiri secara terbatas oleh beberapa direksi ANTARA, pejabat tinggi LSF, dan anggota Komisi I.
Direktur Umum Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat menyampaikan usulan itu di depan anggota Komisi I DPR RI saat menerangkan kinerja perusahaan tahun lalu dan program kerja ANTARA untuk tahun ini.
"Kami mendorong aliansi strategis yang lebih kuat antara mitra kami, sahabat kami, TVRI (Televisi Republik Indonesia) dan RRI (Radio Republik Indonesia) untuk membuat sebuah agenda setting (rencana pemberitaan) bersama, produksi dan distribusi sesuai jalur masing-masing," kata Meidyatama menerangkan.
ANTARA, RRI, dan TVRI, menurut Meidyatama, memiliki tugas yang tidak jauh berbeda, yaitu memberitakan kepentingan publik, negara, dan kinerja pemerintah.
Oleh karena itu, ia berpendapat adanya aliansi antara ANTARA dan dua lembaga penyiaran publik itu dapat membuka peluang kolaborasi penyusunan agenda setting yang lebih inovatif dan kreatif ke depannya.
Usulan itu, Meidyatama menerangkan, pernah ia sampaikan dalam pertemuan bersama Komisi I DPR RI.
Namun, adanya aliansi atau setidaknya forum bersama antara ANTARA, TVRI, dan RRI, bergantung pada keputusan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) Republik Indonesia, khususnya di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP).
"Kami telah bertemu sekali, dua kali, tetapi masih menunggu Kominfo," ujar Meidyatama, yang saat itu turut didampingi oleh Direktur Pemberitaan Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir, serta Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis Perum LKBN ANTARA Hempi N Prajudi.
Dalam kesempatan itu, Meidyatama turut menyampaikan kinerja terkait pemberitaan selama pandemi COVID-19 sebagaimana ditanyakan oleh Komisi I DPR RI.
Direktur utama ANTARA menerangkan rata-rata ada total lebih 200.000 produk berita yang diproduksi tiap tahun. Sementara itu, ada sekitar 130.000 produk-produk berita, termasuk teks, foto, video, dan infografis yang memberitakan penanganan COVID-19 serta vaksinasi.
"Sejak tahun lalu, kami juga diminta BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) terkait program-program BNPB terkait COVID-19 dan (membantu meningkatkan) kesadaran terhadap COVID-19. Dari program itu, ada lebih dari 500 produk berita," terang Meidyatama.
Pimpinan ANTARA lebih lanjut menjelaskan ke para anggota dewan bahwa produk berita ANTARA telah diakses oleh lebih dari 200 pelanggan media, laman pusat antaranews.com, laman ANTARA yang dikelola oleh kantor biro di 34 provinsi, jaringan kantor berita Asia Pasifik (OANA), kantor berita asing lainnya seperti Reuters, badan-badan pemerintah, pihak swasta, dan komunitas.
Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direksi Perum LKBN ANTARA dan Lembaga Sensor Film di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen DPR/MPR RI. Pertemuan itu dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid dan dihadiri secara terbatas oleh beberapa direksi ANTARA, pejabat tinggi LSF, dan anggota Komisi I.