Jakarta (ANTARA) - Pemerintah resmi menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali yang berlangsung pada 3-20 Juli. Dengan berbagai pembatasan gerakan dan mobilitas, tentu akan berdampak tak terkecuali di sektor otomotif, terutama penjualan.
Namun, perlu diingat bahwa pemerintah juga masih memberlakukan relaksasi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sepanjang tahun 2021. Namun, apakah insentif ini masih mampu mendongrak minat beli masyarakat saat PPKM Darurat?
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto berpendapat, pasti akan ada perubahan tren penjualan terkait hal tersebut.
"Stimulus relaksasi PPnBM sudah membuktikan dapat meningkatkan penjualan dan produksi otomotif, tetapi mungkin akan dipengaruhi PPKM Darurat tersebut. Tetapi, hal ini tidak dapat dihindari, dan kepentingan kesehatan masyarakat lebih penting," kata Jongkie kepada ANTARA, Senin.
Sebelumnya pada bulan Mei, Jongkie menilai kebijakan PPnBM memberikan tren positif untuk kinerja industri otomotif, hal itu terlihat pada penjualan di bulan Maret, April dan Mei, setelah kebijakan insentif otomotif itu diberlakukan oleh pemerintah.
Selain penjualan mobil yang membaik, kata Jongkie, pemberian insentif PPnBM juga dinikmati pemerintah melalui pendapatan PPN dan PPh dari meningkatnya penjualan mobil serta menggerakkan industri lain yang berkaitan dengan kendaraan, misalnya aksesoris dan travel.
Di sisi lain, akademisi sekaligus pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Yannes Martinus Pasaribu berpendapat, relaksasi PPnBM mungkin tidak memberikan hasil sebaik di awal pemberlakuannya.
"Relaksasi PPnBM yang telah digulirkan dan diperpanjang berpotensi untuk tidak dapat memberikan hasil yang sebaik saat diawal pemberlakuannya. Karena, 'wow factor'-nya sudah semakin berkurang," kata Yannes.
"Faktor emosi masyarakat yang pada awalnya melihat harga mobil baru semakin murah ini, lama kelamaan cenderung akan menjadi biasa-biasa saja, apalagi masyarakat sekarang ini secara psikologis cenderung lebih tertekan oleh berita dan kenyataan bahwa penyebaran COVID-19 varian Delta yang semakin mendekati diri masing-masing," imbuhnya.
Lebih lanjut, Yannes mengatakan pemberlakuan PPKM Darurat pun memang memiliki dampak ekonomi yang tinggi, namun, ini harus dilakukan demi mengendalikan penyebaran virus yang kian memuncak.
"Pemberlakuan PPKM darurat ini sudah harus dilakukan dengan risiko terjadinya tekanan ekonomi yang lebih berat kepada masyarakat dan dunia usaha," kata dia.
"Kebijakan ini harus diambil untuk mencoba mengendalikan dan memutus rantai penyebaran COVID-19 varian Delta yang semakin meningkat tajam. Semuanya demi keselamatan hidup manusia Indonesia," pungkasnya.