KEK Palu perlu bangun 'Kampung Kakao' untuk tignkatkan mutu

id KEK Palu,Kakao

KEK Palu perlu bangun 'Kampung Kakao' untuk tignkatkan mutu

Truk mengangkut peti kemas melintas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (24/11/2018). Aktivitas di kawasan ekonomi itu bergairah kembali setelah diterjang gempa dan tsunami 28 September lalu, ditandai dengan beroperasinya kembali sejumlah perusahaan di dalamnya. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/ama. (ANTARA FOTO/BASRI MARZUKI)

Achrul Udaya: Sulawesi Tengah mestinya belajar dari Jawa Timur yang sudah mulai membangun kampung kakao
Palu (ANTARA) - Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Sulawesi Tengah mendorong pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dan Pemerintah Kota Palu agar membangun kampung kakao sebagai solusi meningkatkan mutu produksi biji kakao.

"Kami sudah bertemu dan membahas usulan ini. Direksi KEK Pak Agus Lamakarate sangat merespons hal ini," kata Ketua Harian DPD Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Sulawesi Tengah Achrul Udaya di Palu, Senin.

Dia mengatakan kampung kakao dimaksud tidak saja sekadar membangun perkakaoan dari hulu hingga hilir, tetapi sekaligus dapat dijadikan wisata agro kakao yang memikat publik untuk mengunjungi kampung kakao tersebut.

"Di kampung kakao itu nantinya komplit urusan kakao. Mulai dari proses pembibitan yang bermutu sampai pada pabrikasi," jelasnya.

Dia mengatakan para eksportir kakao belakangan ini masih terpukul oleh kondisi kakao yang tidak meningkat signifikan padahal Sulawesi Tengah sejak lama dijuluki sebagai daerah penghasil kakao.

Achrul mengatakan para pengusaha eksportir siap bergandengan tangan dengan pemerintah daerah dan pengelola KEK Palu untuk memajukan dunia perkakoan agar berkontribusi nyata terhadap PDRB di daerah ini.

Menurut Achrul, Sulawesi Tengah mestinya belajar dari Jawa Timur yang sudah mulai membangun kampung kakao.

Dia mengatakan kontribusi kakao terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur mencapai 2,3 persen. Padahal kata dia, daerah itu bukan penghasil kakao.

"Dari mana kakaonya. Mereka hanya punya kakao di Blitar, tapi kita hampir semua kabupaten punya kakao," katanya.

Menurut Achrul, Sulawesi Tengah belum fokus membangun kakao sebagai komoditas unggulan sementara tantangannya semakin banyak salah satunya alihfungsi lahan.

"Kita acuh dengan persoalan seperti ini," katanya.

Mestinya kata dia, ekspor hasil perkebunan Sulawesi Tengah sudah harus bisa menyaingi energi sumber daya mineral yang selama ini masih memimpin pasar ekspor ke berbagai negara.

Data Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah menyebutkan selama Januari 2019, total ekspor senilai 471,59 juta dolar AS, naik 19,1 juta dolar atau 4,22 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kontribusi terbesar terhadap ekspor berasal dari besi dan baja senilai 310,07 juta dolar atau 65,75 persen dari total nilai ekspor.

Baca juga: Gubernur Sulteng minta Kementan perhatikan kakao Parigi Moutong
Baca juga: Komoditi Kakao masih primadona petani Sulteng

 
Pekerja menjemur biji kakao di salah satu tempat pengumpulan kakao di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (25/7). Harga biji kako di tingkat pedagang pengumpul turun sejak sepekan terakhir dari rata-rata Rp. 22.600 menjadi Rp. 20.500 per kilogram disebabkan karena penurunan harga pembelian ditingkat pedagang eksportir. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)