Palu (ANTARA) - Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Perwakilan Sulawesi Tengah mendistribusikan 150 ribu liter air sebagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala terhadap air di shelter/lokasi pengungsian.
“Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi para penyintas itu, lembaga kemanusiaan ACT bekerjasama denga Muslim Volunteer Malaysia mendistribusikan 150 ribu liter air bersih,” kata Staf Distribusi Program Global Wakaf-Aksi Cepat Tanggap, Mohamad Fadly di Palu, Selasa.
Sembilan bulan pascabencana 28 September 2018, ribuan masyarakat terdampak kini berada di lokasi pengungsian di tiga daerah yaitu Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi. Sebagian dari korban telah menempati hunian sementara, sebagian masih bertahan di tenda-tenda.
Baca juga: ACT bangun MTs Nurul Hasana pulihkan pendidikan pascabencana di Palu
Dari pantuan tim ACT Cabang Sulawesi Tengah, salah satu yang menjadi kebutuhan dasar bagi para penyintas (korban bencana) tersebut adalah air bersih.
Air menjadi kebutuhan yang paling mendasar, namun tidak mudah mendapat air di lokasi pengungsian. Sulitnya mendapat air dirasakan kurang lebih tiga ratusan jiwa korban bencana yang kini masih bertahan di tenda pengungsian di Kompleks Gedung Olahraga (GOR) Madani Kota Palu.
Salah seorang warga Kelurahan Talise, yang juga korban bencana dan kini di pengungsian, Nadir mengaku sudah delapan bulan terakhir ia bersama keluarganya tinggal di tenda darurat di kompleks Gedung Olahraga Madani.
Menurutnya salah satu kebutuhan dasar bagi mereka adalah air bersih.
Baca juga: Korea gandeng ACT bangun hunian korban bencana Sigi
Nadir mengungkapkan, untuk mendapatkan air bersih ia harus mengambil air di sumur bekas rumahnya yang dihantam tsunami di kawasan pesisir pantai Teluk Palu di Kelurahan Talise yang letaknya sekitar dua kilo meter dari lokasi pengungsian.
“Jadi saya itu setiap hari naik motor bawa jerigen ambil air bersih di sumur bekas rumahku. Ada juga air yang di distribusi kepada kami setiap hari, tapi itu tidak layak untuk di konsumsi namun hanya digunakan untuk mencuci piring, pakaian dan mandi,” ucap Nadir.
Ayah empat anak ini mengakui masih trauma jika berada dibekas rumahnya di pesisir pantai Teluk Palu di Kelurahan Talise. Ia mengisahkan, bencana 28 September silam itu, menjadi hari terakhir ia bersama ibunya.
Baca juga: Pemkab Sigi berikan penghargaan kepada ACT
“Jasad ibu saya itu ditemukan delapan hari pascabencana,” tambahnya.
ACT bekerjasama dengan Muslim Volunteer Malaysia, kata Mohamad Fadly, selama 30 hari akan mendistribusikan air bersih di titik-titik pengungsian yang tersebar di Wilayah Kota Palu, Donggala dan Sigi.
“Setiap hari kami distribusikan lima ribu liter air bersih kepada warga yang kini masih tinggal di tenda pengungsian maupun yang tinggal di Integrated Community Shelter (ICS) atau Hunian Nyaman Terpadu yang kami telah bangun sebelumnya,” kata Fadly.
Menurut Fadly, sebelum pendistribusian air bersih pihaknya melakukan peninjauan di titik-titik pengungsian untuk mengetahui pasti kondisi yang terjadi di pengungsian.
“Dari hasil asesmen kami memang masih banyak lokasi pengungsian yang sangat membutuhkan air bersih seperti di kawasan pengungsian kompleks Gedung Olahraga Madani Palu,” urainya.