Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengingatkan bahwa efektivitas program bantuan sosial bagi masyarakat sangat tergantung kepada akurasi data sehingga perlu ada peningkatan langkah strategis dalam transparansi data terkait kemiskinan.
"Dalam laporan Badan Pusat Statistik, bantuan sosial senilai Rp110 triliun yang dibagikan pada tahun 2020 membantu masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan untuk bertahan di tengah pandemi. Walaupun demikian, pemerintah tetap perlu memperhatikan beberapa hal dalam penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat. Data penerima bantuan sosial harus dipastikan akurat dan sesuai dengan kriteria penerima," kata Pingkan dalam rilis, Kamis.
Selain itu, ujar dia, pengadaan barang untuk bantuan sosial perlu terus dikawal dan dipantau transparansinya, karena transparansi mengenai data penerima bantuan sosial diharapkan dapat membantu proses penyaluran bantuan dari sisi pasokan dan sisi permintaan.
Dari sisi pasokan, lanjut Pingkan, adanya data yang komprehensif dapat membantu pemerintah mengalokasikan bantuan dengan sistematis, serta mendorong pemerintah berkolaborasi dengan berbagai elemen di masyarakat yang juga memberikan bantuan.
"Jika gerakan sosial masyarakat tersebut dapat terintegrasi dengan data pemerintah tentu akan memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Sedangkan untuk sisi demand, data yang terhimpun dapat membantu memberikan gambaran daerah mana saja yang perlu mendapat perhatian ekstra dalam proses penyaluran bantuan," kata peneliti CIPS.
Selain transparansi data, masih menurut dia, pemerintah pusat dan daerah juga diharap perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai kriteria penerima bantuan sehingga mereka yang menerima memang mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Hal tersebut, lanjutnya, guna memastikan bahwa yang menerima bantuan memang tepat sasaran dan tidak terjadi pencatatan ganda.
"Selain itu, penting untuk mengedepankan transparansi agar terhindar dari kasus penyelewengan kekuasaan termasuk korupsi dalam program bansos seperti yang terjadi pada tahun lalu," jelas Pingkan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah rumah tangga tergolong miskin di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian, berdasarkan data menurut sumber penghasilan utama tahun 2020.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan bahwa rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar yakni 46,30 persen, sedangkan rumah tangga miskin lainnya, yakni di industri sebesar 6,58 persen; dan lainnya 32,10 persen.
"Kalau dilihat sumber utama dari rumah tangga miskin di Indonesia, adalah pertanian. Jadi ini merupakan beberapa PR yang perlu kita perhatikan," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam webinar yang diselenggarakan INDEF secara virtual, Rabu (17/2).
Berdasarkan rilis BPS, jumlah penduduk miskin akibat pandemi yang menghantam di tahun 2020, mengalami peningkatan menjadi 2,76 juta orang.