Semarang, (antarasulteng.com) - Sulistyo, merupakan sosok yang sudah tidak asing bagi kalangan guru di Indonesia, terutama Semarang, Jawa Tengah, sebagai tempatnya berkuliah dan kediamannya.
Sebagai Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), membuat pria kelahiran Banjarnegara, 12 Februari 1962 itu rutin untuk keliling seluruh daerah di Indonesia.
Guru, merupakan profesi yang sudah melekat bagi bapak dua anak yang juga masih menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jateng karena lahir dan dibesarkan di keluarga guru.
Mengawali kariernya sebagai guru sekolah dasar (SD), Sulistyo menjalaninya mulai 1982-1985, kemudian jadi guru sekolah menengah pertama (SMP) pada 1985-1987, serta guru SMEA/SMK (1987-1989).
Mulai 1987, suami Halimah itu meniti karier di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang (sekarang Universitas PGRI Semarang - Upgris) sebagai dosen hingga menjadi rektor.
Jabatan Rektor IKIP PGRI Semarang diembannya selama , yakni 2001-2009, dilanjutkan dengan kiprahnya sebagai Ketua Umum PB PGRI selama dua periode, yakni 2008-2013 dan 2013-2018.
Karier di Senayan, Jakarta, juga dijajakinya setelah terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jateng yang juga dijabatnya selama dua periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019.
Di kalangan masyarakat, terutama guru, Sulistyo dikenal sebagai sosok yang sangat peduli dengan nasib dan kesejahteraan guru yang terus diperjuangkannya, apalagi saat menjadi Ketua Umum PB PGRI.
Bahkan, menyangkut kasus yang menimpa guru honorer asal Brebes, Jateng, Mashudi, yang sempat ditangkap polisi gara-gara mengirim SMS (pesan singkat) ke Menpan-RB Yuddy Chrisnandi, baru-baru ini.
Pak Lis, sapaan akrab Sulistyo pun menyempatkan langsung ke Brebes untuk bertemu dengan Mashudi, Jumat (11/3) lalu, bersama dengan Ketua PGRI Jateng Widadi yang diajaknya untuk ikut serta.
Itulah salah satu bukti kepedulian Pak Lis, panggilan akrab Sulistyo yang kini telah dipanggil Yang Maha Kuasa, Senin (14/3) akibat kebakaran saat tengah menjalani terapi oksigen murni (hiperbarik).
Sulistyo menjalani terapi di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (RSAL) Mintoharjo, Jakarta mulai pukul 11.30 WIB, kemudian sekitar pukul 13.10 WIB keluar percikan api di dalam "chamber".
Meski operator sudah membuka sistem keamanan kebakaran, namun api dalam ruang tabung "chamber" membesar dengan cepat sampai menimbulkan ledakan, dan menimbulkan korban, salah satunya Sulistyo.
Gigih membela
Semasa hidupnya, Sulistyo sangat disegani karena kegigihannya memperjuangan nasib dan kesejahteraan guru, sebagaimana diakui Ketua PGRI Jateng Widadi yang kagum dengan semangat perjuangannya.
Bahkan, Widadi mengatakan, sesaat sebelum menjalani terapi, Sulistyo menyempatkan lagi berkomunikasi dengan Ketua PGRI Kabupaten Brebes, Tarsono, untuk menanyakan kabar tentang Mashudi.
"Jam 10.00 WIB (14/3) tadi, beliau sempat berkomunikasi dengan Ketua PGRI Kabupaten Brebes, Pak Tarsono untuk menanyakan tentang Mashudi," katanya, didampingi Sekretaris Umum PGRI Jateng, Muhdi.
Di mata Widadi, Sulistyo adalah sosok yang konsisten dan konsekuen dengan apa yang diperjuangkannya, termasuk nasib para guru, mulai pengangkatan guru sebagai PNS hingga tunjangan profesi guru.
"Beliau juga tidak mendua. Ya, hanya ngurusi PGRI. Itulah yang membuat kami dan para guru merasa sangat kehilangan. Seluruh hidupnya selepas jadi guru SD hanya diperuntukkan bagi PGRI," kenangnya.
Ketua PGRI Kota Semarang Bunyamin pun membenarkan, totalitas Sulistyo untuk memperjuangkan guru patut diteladani karena perhatiannya yang besar agar kesejahteraan para guru bisa terangkat semuanya.
Kebetulan, Bunyamin dan Sulistyo satu almamater dan angkatan semasa berkuliah di IKIP Negeri Semarang yang membuatnya sudah lama mengenalnya dan memahami apa yang diperjuangkan oleh sahabatnya itu.
"Perhatiannya terhadap guru luar biasa, totalitas. Sejak dulu, beliau memang berjiwa organisatoris, suka berorganisasi. Pernah juga beliau menjadi Ketua Senat IKIP Negeri Semarang," katanya.
Demikian pula dengan Wakil Direktur Program Pascasarjana Upgris, Ngasbun Egar yang mengakui Sulistyo sebagai sosok yang pantang menyerah dengan apa yang sudah diperjuangkannya, termasuk nasib guru.
"Ketika beliau (Sulistyo, red.) sudah mulai menyatakan berjuang untuk sebuah kaum, termasuk guru, pantang bagi beliau untuk berhenti sebelum berhasil," kata mantan Ketua PGRI Kota Semarang itu.
Kepergian Sulistyo, ungkap dia, , meninggalkan duka bagi semua masyarakat, baik kalangan guru, PGRI, masyarakat Jateng, dan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) swasta yang diketuainya.
Para pelayat juga terlihat langsung berdatangan ke rumah duka yang beralamat di Jalan Karangingas Nomor 8, Tlogosari Kulon, Semarang, untuk mengucapkan bela sungkawa, termasuk karangan bunga.
Salah satu pendiri Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu wafat di usia 54 tahun, meninggalkan seorang istri, Halimah (50) dan dua orang anak, yakni Rasyid Ghaniy (26) dan Malik Abdul Rahman (18).