Jakarta (ANTARA) -
Menurut Prasinta, semakin meningkatnya frekwensi kejadian bencana, pengetahuan dan keahlian dalam menghadapi bencana harus dimiliki para jurnalis.
BNPB mencatat hingga 21 Juni 2023 telah terjadi 1.778 kejadian bencana yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, longsor dan cuaca ekstrem.
Prasinta menyebut, pelatihan "Survival on Disaster" yang diikuti puluhan jurnalis dari berbagai wilayah di Indonesia dirancang untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan jurnalis dengan baik.
"Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas wartawan dalam pemahaman penanggulangan serta pengurangan risiko bencana," kata Prasinta.
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari, dimulai dari tanggal 23 sampai 25 Juni, menghadirkan sejumlah narasumber dan instruktur dari Basarnas, BNPB, PPLI, Human Initiative, Dinkes DKI Jakarta, Tagana DKI Jakarta, dan masih banyak lagi.
Pada hari pertama pelatihan, jurnalis dilatih mengenal tantangan di lokasi bencana oleh instruktur berpengalaman dari Eiger. Pada pelatihan ini, jurnalis dilatih mempersiapkan pelatihan dalam kedaruratan.
Dari pelatihan tersebut, diketahui apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum bertugas meliput bencana, yang pertama adalah mental dan fisik, kemudian menyusun rencana perjalanan.
Dalam pelatihan itu juga, jurnalis diberikan wawasan tentang kesiapsiagaan bencana dalam keluarga serta desa tangguh bencana dari BNPB.
Salah satu pengetahuan yang diperlukan dalam kesiapsiagaan bencana keluarga, adalah mengidentifikasi tempat-tempat yang bisa mencelakakan saat terjadi bencana, salah satunya gempa.
"Perlu mengidentifikasi tempat-tempat yang mencelakakan kita, seperti lemari, meja. Bukan gempa yang membunuh, tapi barang-barang dan bangunan," ujar Arif Fadli dari BNPB.
Tidak hanya bencana yang berasal dari alam, jurnalis juga dikenalkan bencana yang disebabkan oleh limbah B3 atau kimia yang disampaikan oleh narasumber dari PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).
Tidak hanya teori, peserta juga dilatih praktik cara survival (bertahan) saat berada di laut dan hutan. Pelatihan berupa formasi mengapung saat menunggu tim evakuasi menjemput korban di laut. Kemudian cara menyalakan api menggunakan stater fire serta membangun bivak (tempat perlindungan).
Jurnalis juga diajarkan cara bantuan kesehatan dasar berupa cara melakukan RJP dan menangani korban luka dan patah tulang.
Pelatihan lapangan lainnya cara mengenal jenis ular yang berbisa dan tidak berbisa, dan bagaimana mengatasinya. Serta mengenal cara mendapatkan makanan dan minuman selama bertahan di hutan.
"Dalam kebencanaan tanpa peran media, relawan, penanggulangan terasa timpang. Untuk itu semua sejalan dan selaras dalam kolaborasi," tutur Lukman Azis, Direktur Indonesia Care.