Kemendikbudristek dorong industri kreatif maju lewat Merdeka Belajar

id Industri kreatif,Merdeka belajar,Kemendikbudristek

Kemendikbudristek dorong industri kreatif maju lewat Merdeka Belajar

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudrisetek, Kiki Yuliati dalam forum Merdeka Innovation Summit 2023. (ANTARA/HO-Kemendikbudristek)

Jakarta (ANTARA) -

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berkomitmen mendorong kemajuan industri kreatif di Indonesia lewat Merdeka Belajar dan meningkatkan kualitas pendidikan vokasi berbasis sistem ganda.
"Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Kemendikbudristek berkomitmen mendorong industri kreatif di berbagai bidang dengan melahirkan talenta-talenta di bidang tersebut. Setidaknya ada tiga jalur pendidikan vokasi yang telah disiapkan, yakni melalui level pendidikan menengah, tinggi, serta kursus dan pelatihan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ia menyampaikan, di bawah kebijakan Merdeka Belajar, satuan-satuan pendidikan vokasi mulai dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Perguruan Tinggi Vokasi (PTV), hingga Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) terus beradaptasi dengan berbagai keilmuan di bidang kreatif, seperti produksi konten komik, film, musik, dan lainnya.

Kiki yang hadir dalam forum Merdeka Innovation Summit ini menyebutkan, ribuan hingga jutaan talenta vokasi bidang industri kreatif juga diberikan kesempatan untuk lebih mengeksplorasi industri kreatif melalui pendidikan vokasi sistem ganda yang terus ditekankan di satuan-satuan pendidikan vokasi.

"Saat ini ada lebih dari 3.329 dari 14.478 SMK di Indonesia yang menangani bidang industri kreatif, dan hampir 339.279 siswa SMK yang saat ini sedang belajar di bidang-bidang yang terkait dengan industri kreatif seperti boga, multimedia, dan sebagainya," ucap Kiki.

Selain itu, lanjut dia, ada sekitar 13.432 LKP yang bergerak untuk mendukung industri kreatif, serta sekitar 21 ribu mahasiswa yang saat ini belajar untuk mendukung sektor industri kreatif di berbagai bidang.

Secara khusus dan spesifik, Kemendikbudristek juga dituntut untuk melahirkan lebih dari 10 juta talenta digital sampai 2024. Talenta-talenta digital tersebut nantinya dipersiapkan untuk mendukung industri kreatif, termasuk untuk memperkuat industri permainan dan keamanan siber.

"Di bawah merdeka belajar, pertama, kita menyesuaikan kurikulum dengan berkolaborasi bersama industri. Kita punya pembelajaran berbasis proyek (project based learning atau PBL) dan industri pembelajaran (teaching factory), dengan pembelajaran-pembelajaran yang sangat kontekstual, dan kita mengerjakan PBL bersama industri," paparnya.

Menurutnya, melalui skema teaching factory ini, banyak SMK atau politeknik di Indonesia yang memiliki fasilitas laboratorium sekelas rumah produksi, dan dapat digunakan untuk menyelesaikan proyek-proyek seperti animasi bersama industri.

"Kami juga mengundang praktisi untuk mengajar serta mendorong peningkatan kesempatan bagi mahasiswa vokasi untuk mendapatkan sertifikat kompetensi," tutur dia.

Transformasi kurikulum juga dilakukan dengan mengadopsi kurikulum vokasi sistem ganda, dimana model ini memberikan porsi yang berimbang antara pendidikan di kelas dengan praktik langsung di industri. Dengan demikian, diharapkan lulusan yang dihasilkan bisa tetap relevan dengan kebutuhan industri kreatif.

"Jadi misalnya mereka D4 empat tahun, maka dua tahunnya mereka bisa bersama-sama industri. Jadi, siswa kita didik bersama di industri," katanya.

Dari sisi pengajar, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi juga memiliki unit pelaksana teknis (UPT) atau balai-balai vokasi untuk melakukan peningkatan keterampilan (upskilling) dan keterampilan ulang (reskilling) bagi para guru, instruktur, maupun dosen-dosen vokasi.

Sementara itu, dalam forum yang sama, Director of Business Development YG Entertainment Korea Selatan, Charlie Cho mengatakan, Indonesia memiliki kekuatan ekonomi kreatif yang cukup besar.

Meski demikian, masih perlu kerja keras, kemauan kuat, serta kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengembangkan potensi besar tersebut, misalnya seperti yang dilakukan Korea Selatan untuk membangun industri kreatif di negara tersebut.

Menurut Charlie, keberhasilan Korea Selatan dalam membangun industri kreatif tidak dilakukan dalam waktu singkat dan membutuhkan kolaborasi dan banyak faktor pendukung, sehingga kolaborasi inilah yang penting digencarkan untuk mendorong kemajuan industri kreatif sejak dua puluhan tahun lalu.