Akademisi: Kunjungan Paus Fransiskus perkuat toleransi di Indonesia

id Paus Fransiskus, Sahiro Syamsuddin, Toleransi,Perdamaian

Akademisi: Kunjungan Paus Fransiskus perkuat toleransi di Indonesia

Guru Besar Bidang Ilmu Tafsir Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Prof. Sahiron Syamsuddin. ANTARA/HO-Pusat Media Damai BNPT RI

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Ilmu Tafsir Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Prof. Sahiron Syamsuddin menilai kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia sangat penting untuk memperkuat toleransi dan harmoni antarumat beragama di Indonesia.

“Paus Fransiskus sangat concern terhadap isu-isu kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian,” ujar Sahiron dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.


Maka dari itu, dia mengatakan kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia memiliki urgensi yang sangat besar bagi banyak pihak lantaran dapat berdampak positif pada persahabatan dan kerukunan umat beragama di Indonesia, khususnya bagi umat Katolik dan Islam.

Selain itu, Sahiron berpendapat kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia juga bisa diartikan sebagai bentuk perhatian dan apresiasi umat Katolik di seluruh dunia terhadap keberhasilan Indonesia dalam mengelola toleransi antarumat beragama.

Wujud perhatian tersebut diharapkan, kata dia, dapat dikelola dengan baik oleh Indonesia, sehingga bisa menjadi percontohan bagi dunia internasional bahwa kemajemukan dapat dinaungi dengan baik melalui Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Ia menuturkan perdamaian yang telah terjalin lama di Indonesia terkadang mendapatkan gangguan dari berbagai pihak tertentu yang menyebabkan konflik antarumat beragama, tanpa terkecuali pemeluk agama Islam dan Kristen di Indonesia yang sempat beberapa kali terjebak dalam konflik primordial dan cenderung tidak substansial.



Padahal, kata dia, penyebab konflik biasanya diawali dari hal yang sepele. Namun karena kurangnya komunikasi yang efektif dari kedua belah pihak, masalah pun kian menajam.

“Konflik-konflik yang pernah terjadi Indonesia yang melibatkan umat-umat beragama, khususnya Islam dan Kristen, muncul bukan karena ajaran agama masing-masing, tetapi karena faktor politik dan ketidakadilan," tuturnya.

Untuk itu, dia berharap agar berbagai konflik serupa tidak terjadi lagi. Dia menegaskan, perbedaan keyakinan sebenarnya tidak menjadi penghalang bagi mereka yang berbeda keimanan dalam berbuat kebaikan.

Menurut Sahiron, semua agama yang ada mengajarkan kebaikan dan persatuan antarmanusia, sehingga manusia seharusnya mampu saling menghormati dan bertoleransi.



Jika masih ada manusia yang berbuat sebaliknya, yakni menyebarkan perpecahan dan permusuhan maka ia menyimpulkan bahwa manusia tersebut belum memahami agamanya dengan benar.

Dalam mengelola perbedaan antarumat beragama, dia pun berharap agar Indonesia bisa semakin dewasa dan kuat terhadap terpaan berbagai isu yang bernuansa politis dan mampu memicu polarisasi.

Menurut dia, Indonesia harus bisa menjadi panutan bagi dunia akan keberhasilannya dalam mengelola perbedaan keyakinan di antara warga negaranya.

“Agar toleransi terus meningkat, diharapkan aktivitas-aktivitas positif seperti dialog antarumat beragama, penguatan moderasi beragama, dan lain sebagainya dapat dilaksanakan secara masif dan lebih efektif,” ucap Sahiron.

Di sisi lain, dia mengatakan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia turut menyiratkan tentang baiknya hubungan Indonesia dengan Vatikan. Hubungan kedua negara dapat menjadi simbol persatuan dalam perbedaan, mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan Vatikan merupakan negara yang menjadi pusat keagamaan Katolik.

Dia mengungkapkan sejauh ini relasi Indonesia dengan Vatikan sangat baik. Dengan demikian, menurut dia, hubungan yang baik tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan agar dapat memberikan kontribusi positif bagi kedua negara.