Keterlibatan masyarakat kunci pengelolaan taman hutan raya

id Wakil Ketua DPRD Sulteng,Pengelolaan taman hutan raya Sulteng ,Tahura Sulteng ,Sulawesi Tengah

Keterlibatan masyarakat kunci pengelolaan taman hutan raya

Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) dan Yayasan KEHATI menggelar kegiatan Lokakarya Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengelolaan Tahura Sulteng, di Palu, Rabu (30/4/2025). ANTARA/HO-Dokumentasi ROA

Palu (ANTARA) - Legislator yang juga Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tengah Aristan mengatakan keterlibatan masyarakat yang berada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sulteng merupakan kunci keberhasilan pengelolaan kawasan itu secara berkelanjutan.

"Secara ekologis, keberadaan Tahura Sulteng sangat vital karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi sejumlah sungai penting seperti Sungai Paneki dan Sungai Pondo. Penurunan debit air dan peningkatan bencana banjir adalah dampak langsung dari terganggunya kawasan ini,” kara Aristan pada kegiatan Lokakarya Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengelolaan Tahura Sulteng, di Palu, Rabu.

Ia menekankan pentingnya Tahura Sulteng sebagai kawasan strategis dari sisi ekologi, sosial, dan budaya. Pendekatan berbasis masyarakat, kata dia, sangat penting dalam menyusun perencanaan pengelolaan Tahura.

Ia menjelaskan Tahura yang telah ditetapkan sejak tahun 1995 ini telah mengalami berbagai dinamika pengelolaan, mulai dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng, BKSDA, hingga kini di bawah UPTD TAHURA.

Selain mengalami perubahan lembaga pengelola, kata dia, kawasan tersebut juga mengalami pengurangan luas yang cukup signifikan, dari 7.128 hektare pada tahun 1999, kini tersisa 5.195 hektare setelah sekitar 1.933 hektare ditetapkan sebagai hutan produksi, yang sebagian besar masuk dalam wilayah konsesi pertambangan.

Oleh karena itu, kata dia, keterlibatan masyarakat yang berada di sekitar Tahura, di lima kelurahan di Kota Palu dan tiga desa di Kabupaten Sigi yang menggantungkan hidup dari kawasan ini merupakan kunci keberhasilan pengelolaan secara berkelanjutan.

"Tahura Sulteng bukan hanya rumah bagi flora dan fauna langka seperti Anoa, Burung Maleo, dan Kayu Cendana, tapi juga ruang hidup masyarakat yang harus dijaga dan diberdayakan," katanya.

Ia mengatakan pengelolaan ke depan harus mendukung riset, konservasi, pariwisata, dan pelestarian budaya. Untuk itu, Aristan menegaskan komitmen DPRD Sulteng dalam memberikan dukungan politik melalui penguatan regulasi dan alokasi anggaran yang memadai untuk pengelolaan kawasan itu.

Sementara itu, lokakarya ini diselenggarakan oleh Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) dan Yayasan KEHATI melalui proyek solusi pengelolaan lanskap darat dan laut terpadu di Indonesia (SOLUSI).

Koordinator Program ROA Urib mengatakan lokakarya ini bertujuan untuk menyusun draf rencana pengelolaan Tahura Sulteng yang berbasis pendekatan multipihak yang terintegrasi.

"Kegiatan ini bertujuan untuk mengintegrasikan pemetaan ruang penghidupan masyarakat dan zonasi kawasan Tahura dengan memperhatikan aspek ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya," ujarnya.

Selain itu, untuk meningkatkan partisipasi dan komitmen masyarakat lokal, pemerintah daerah, dan mitra pembangunan dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Ia menjelaskan bahwa Solusi Pengelolaan Lanskap Darat dan Laut Terpadu di Indonesia (SOLUSI) merupakan kemitraan antara pemerintah Indonesia (BAPPENAS) dan pemerintah Jerman (BMUV) melalui Inisiatif Iklim Internasional (IKI) yang diimplementasikan secara bersama oleh konsorsium untuk menangani degradasi lahan dan bentang laut di Indonesia, dengan meningkatkan ketahanan ekosistem, serta mata pencaharian yang dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim.