OJK cabut izin BPR Akarumi di Parigi

id ojk

OJK cabut izin BPR Akarumi di Parigi

Otoritas Jasa Keuangan (antaranews)

OJK sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan, telah melakukan pengawasan sejak 28 September 2017 lalu
Palu, (Antaranews Sulteng) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Akarumi di Jalan Trans Sulawesi Nomor 27 Desa Tolai, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, per 25 April 2018.

Kepala OJK Sulteng Moh Syukri A. Yunus, Selasa, di Palu, menjelaskan pencabutan itu melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KDK) Nomor KEP-82/D.03/2018 tanggal 25 April 2018.

"OJK sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi lembaga keuangan, telah melakukan pengawasan sejak 28 September 2017 lalu," ungkap Syukri.

Dia menjelaskan sebelum dilakukan pencabutan izin usaha, BPR Akarumi telah masuk dalam status pengawasan khusus dan sesuai ketentuan berlaku.

BPR tersebut diberikan kesempatan selama 180 hari untuk melakukan upaya penyehatan yang nyata.

"Waktu terakhir sampai dengan tanggal 26 Maret 2018," ujarnya.

Menurut Syukri, penetapan status bank dalam pengawasan khusus disebabkan kesalahan pengelolaan oleh manajemen BPR, yang mengakibatkan kinerja keuangan BPR tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan, sesuai ketentuan yang berlaku.

Namun upaya penyehatan yang dilakukan BPR sampai dengan batas waktu yang ditentukan tersebut, tidak dapat memperbaiki kondisi BPR untuk keluar dari status bank dalam pengawasan khusus.

Syaratnya harus memiliki kewajiban pemenuhan modal minimum (CAR) sebesar 4 persen dan rata-rata Cash Ratio dalam 6 bulan terakhir, minimum sebesar 3 persen.

Dengan pencabutan izin usaha BPR Akarumi kata Syukri, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, tentang LPS, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.

"Kami menghimbau kepada nasabah BPR Akarumi, agar tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang dapat menghambat proses pelaksanaan penjaminan dan likuidasi oleh LPS," tutup Syukri.