Palu (ANTARA) - Sekretaris Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Ardiansyah Lamasitudju menyatakan keberadaan hukum adat di seluruh daerah di provinsi itu kian terkikis, bahkan terus terdegradasi dalam kehidupan sosial masyarakat.
Padahal, hukum adat merupakan salah satu alternatif selain hukum pidana dan perdata yang efektif menyelesaikan permasalahan antar-masyarakat di suatu lingkungan, wilayah dan daerah sesuai dengan adat istiadat dan budaya masyarakat tersebut.
"Yang membuat keberadaan hukum adat ini terkikis, bahkan terdegradasi, sehingga ditinggalkan oleh masyarakat sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat, karena pengaruh modernisasi dan urbanisasi," katanya di Palu, Jumat.
Masyarakat yang berasal dari pedesaan pindah dan hidup di perkotaan, umumnya lebih memilih menyelesaikan permasalahan di kantor polisi atau di pengadilan, daripada menyelesaikan persoalan melalui lembaga adat.
Padahal, sebelum pindah ke perkotaan, masyarakat cenderung menjadikan hukum adat sebagai solusi mengatasi persoalan yang dihadapi lewat dewan adat sebagai pengambil keputusan.
"Ini menjadi tugas kita agar mengembalikan hukum adat di tengah masyarakat diterapkan. Jangan dibayangkan hukum adat itu rumit diterapkan. Sangat simpel. Sanksi adat itu disesuaikan dengan budaya dan adat istiadat masyarakat di daerah itu," ujarnya.
Ardiansyah menyatakan saat ini BMA Sulteng terus berupaya agar hukum adat kembali diterapkan di seluruh daerah, salah satunya dengan menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang dewan adat.
"Tercatat sudah ada sembilan pemerintah daerah yang menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang dewan adat. Masih sekitar empat daerah yang belum mengeluarkan Perda tentang dewan adat. Salah satu daerah yang telah memiliki Perda Dewan Adat adalah Kota Palu,"ucapnya.
Ia mengajak masyarakat dan pemerintah daerah agar mulai menerapkan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di sekitar.
Hukum adat diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 18B ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.