Satu orang pendonor darah bisa selamatkan tiga nyawa

id Donor darah,Hari donor darah sedunia,Pendonor

Satu orang pendonor darah bisa selamatkan tiga nyawa

Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) menata kantong berisi darah pada kotak penyimpanan sementara saat kegiatan donor darah dalam rangka Peringatan Hari Donor Darah Sedunia di sekretariat Unit Transfusi Darah PMI Kota Madiun, Jawa Timur, Rabu (14/6/2023). Kegiatan donor darah tersebut diikuti ratusan penderma darah. (ANTARA FOTO/Siswowidodo/tom.)

Jakarta (ANTARA) -

Ahli hemato onkologi atau dokter spesialis darah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat, Prof Dr dr Pustika Amalia Wahidiyat menyatakan bahwa satu orang pendonor darah bisa menyelamatkan tiga nyawa.
“Darah yang pertama kali kita ambil itu darah utuh, lalu kita proses di bank darah, dibagi-bagi, bisa dari sel darah merahnya saja, kemudian bisa diambil faktor pembekuan, misalnya trombosit saja atau plasmanya, jadi kalau satu orang berdonor, darahnya bisa menyelamatkan tiga nyawa,” katanya pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Diskusi bertema “Donor Darah untuk Selamatkan Nyawa Sesama” diselenggarakan oleh RSCM dalam rangka memperingati hari donor darah sedunia yang jatuh pada hari ini, Rabu (14/6).
Namun, ia menegaskan bahwa darah yang diambil dari pendonor tidak bisa diserahkan langsung pada yang membutuhkan, butuh proses minimal 10-12 jam, kecuali pada kondisi darurat tertentu misalnya terjadi pendarahan hebat pada pasien.

“Proses itu butuh waktu 10-12 jam, bukan ambil langsung kasih. Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa donor yang kita berikan tidak serta-merta bisa langsung dipakai, butuh proses dulu,” katanya.

Ia juga menjelaskan, sebelum memberikan darah, pendonor harus melalui skrining, utamanya berapa kadar hemoglobin atau HB (protein dalam sel darah yang membawa oksigen ke tubuh).

“Tidak semua orang bisa donor, minimal kadar hemoglobin (Hb)-nya 12,5. Lalu sebelum donor, ada skrining melalui formulir, harus diisi dengan jujur, apakah pernah sakit, melakukan sesuatu yang menyimpang dari norma, karena yang kita takut itu bisa ada penyakit seperti hepatitis A, B, C, jangan sampai membuat orang yang butuh jadi lebih celaka karena kita mengidap sesuatu,” katanya.

Ia juga menegaskan kepada seluruh perawat maupun dokter agar tidak terburu-buru memutuskan memberikan transfusi darah kepada pasien, harus melalui indikasi yang jelas sehingga darah yang keluar dari bank darah tidak terbuang percuma.

“Ketika darah sudah keluar dari bank darah, tidak bisa dikembalikan karena suhunya berbeda, jadi darahnya rusak. Untuk itu bagi rekan-rekan sejawat, kalau minta darah harus lihat dulu benar-benar dibutuhkan atau tidak, harus selektif,” katanya.

Dia menekankan, pasien-pasien dengan penyakit kronis tidak disarankan untuk donor, karena kandungan darahnya tidak akan optimal.

“Jadi orang yang mau mendonor itu harus sehat. Selain itu, Hb 12,5 itu juga harus ada maksimalnya, tidak boleh di atas 16, karena biasanya di atas itu darah sudah terlalu kental, tidak baik untuk pendonor maupun penerima donor,” katanya.

Ia menambahkan dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, minat donor masyarakat Indonesia masih rendah.

“Apalagi misalnya waktu lebaran, natal, atau libur panjang, kita kesulitan sekali mendapatkan darah. Pasien berhari-hari harus menunggu. Negara kita ini nomor dua paling rendah minat berdonornya,” katanya.

“Contohnya di RSCM, seharusnya kalau mau ideal memenuhi kebutuhan darah, minimal sehari harus ada 200 donor, karena kebutuhan RSCM untuk darah merah per hari bisa 300-400 kantong, jadi untuk masyarakat ayo kita donor darah dengan sehat,” katanya.

Saat ini yang paling dibutuhkan oleh Rumah Sakit adalah golongan darah AB yang pendonornya masih sangat sedikit, utamanya AB rhesus negatif, demikian Pustika Amalia Wahidiyat .