Palu (ANTARA) -
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah mengatakan kasus dugaan korupsi laboratorium kesehatan di Fakultas Kesehatan Universitas Tadulako (Untad) Palu tahun 2022 telah naik ke tingkat penyidikan.
"Setelah kami meminta keterangan kepada pejabat Untad dan pihak ketiga dan menggelar perkara, penyidik memutuskan untuk menaikkan status perkara dugaan korupsi ke tahap penyidikan," kata Plt Kasipenkum Kejati Sulteng Abdul Haris Kiay di Palu, Jumat.
Ia menjelaskan, kasus dugaan korupsi labkes Untad senilai Rp7 miliar lebih dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan berdasarkan Sprindik Nomor : Print - 03/P.2/Fd.1/09/2023 Kamis (7/9) lalu.
Penyidik telah menjadwalkan pemanggilan terhadap sejumlah nama yang diduga terlibat dalam kasus itu.
"Nama-nama terlibat akan diperiksa sebagai saksi," ujarnya.
Tindak pidana korupsi di lingkungan perguruan tinggi negeri itu, terkait pengadaan alat laboratorium di Fakultas Kedokteran tahun anggaran 2022 dengan beberapa modus.
"Kami memberikan atensi besar terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi," kata dia menambahkan.
Menurut laporan, pada Tahun 2022 Dekan Fakultas Kesehatan Untad mengajukan surat permohonan pengadaan alat laboratorium pendidikan kepada Rektor Untad dengan melampirkan daftar kebutuhan sebanyak 105 peralatan.
Kemudian, diumumkan proses tender pada tanggal 2 Juni 2022 dengan total pagu sebesar Rp13 miliar lebih dari 74 alat yang terdapat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), sudah termasuk biaya overhead 15 persen, biaya pengiriman 5 persen dan PPN 11 persen total 31 persen dengan menyebutkan spesifikasi alat, merk dan model.
Proses tender dimenangkan oleh CV SBA dengan nilai penawaran sebesar Rp12,4 miliar lebih, namun dalam perjalanannya, diduga terdapat beberapa kejanggalan antara lain, hingga September tahun lalu perusahaan pemenang tender belum ada satu pun barang diadakan.
"Semua bentuk modus dilakukan, tentu akan menjadi bahan pertanyaan dalam proses penyidikan," ucapnya.
Pengecekan harga melalui katalog terhadap 74 item peralatan sesuai spesifikasi, total keseluruhan anggaran dibelanjakan hanya Rp5,4 miliar lebih.
"Berdasarkan kalkulasi, ditemukan dugaan mark up atau penggelembungan harga sebesar Rp7 miliar lebih," kata dia.