Bawaslu susun kurikulum peningkatan kapasitas pengawas pemilu
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sedang menyusun grand desain kurikulum peningkatan kapasitas pengawas pemilu.
Anggota Bawaslu RI Herwyn JH Malonda mengatakan ihwal ini dilakukan untuk mewujudkan pengawas pemilu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan agar tepat dan kontekstual dalam melakukan pengawasan pemilu.
“Berbicara tentang kapasitas, terdapat dua hal yang saling berkaitan yakni normatif dan praktikal. Normatif terkait tugas wewenang dan kewajiban Bawaslu, sedangkan praktikal terkait pelaksanaannya,” kata Herwyn dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, keluaran dari grand desain yang sedang disusun berupa keputusan ketua Bawaslu atau bisa jadi peraturan Bawaslu.
Untuk itu, dia berharap walaupun periode kepemimpinan Bawaslu nantinya berganti, tidak mengubah program prioritas Bawaslu yang sudah disusun pada periode sebelumnya.
“Grand desain ini harus secepatnya kita bakukan, turunannya bisa berupa pelatihan,” ujar dia.
Bahkan, mantan ketua Bawalu Sulawesi Utara ini meminta pelatihan yang dilakukan bukan hanya untuk ketua dan anggota Bawaslu tiap tingkatan saja melainkan juga untuk jajaran sekretariat Bawaslu.
Sebab, dalam melakukan tugas-tugas pengawasan, tambah Herwyn, jajaran komisioner maupun sekretariat saling melengkapi.
“Komisioner Bawaslu tiap tingkatan akan dibuat pelatihan, terutama pengawas ad hoc. Selain itu, pelatihan juga ditujukan untuk jajaran sekretariat Bawaslu,” ucapnya.
Herwyn berharap dengan adanya grand desain kurikulum pelatihan pengawas pemilu akan memperkuat kelembagaan Bawaslu.
“Struktur kelembagaan Bawaslu akan menguat apabila pelatihan dianggap hal penting, dikaitkan dengan kondisi kelembagaan Bawaslu saat ini. Maka fungsi pelatihan bisa jadi sebuah bagian atau sesuatu yang berdiri sendiri minimal sampai di Bawaslu provinsi,” pungkas Herwyn.
Anggota Bawaslu RI Herwyn JH Malonda mengatakan ihwal ini dilakukan untuk mewujudkan pengawas pemilu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan agar tepat dan kontekstual dalam melakukan pengawasan pemilu.
“Berbicara tentang kapasitas, terdapat dua hal yang saling berkaitan yakni normatif dan praktikal. Normatif terkait tugas wewenang dan kewajiban Bawaslu, sedangkan praktikal terkait pelaksanaannya,” kata Herwyn dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, keluaran dari grand desain yang sedang disusun berupa keputusan ketua Bawaslu atau bisa jadi peraturan Bawaslu.
Untuk itu, dia berharap walaupun periode kepemimpinan Bawaslu nantinya berganti, tidak mengubah program prioritas Bawaslu yang sudah disusun pada periode sebelumnya.
“Grand desain ini harus secepatnya kita bakukan, turunannya bisa berupa pelatihan,” ujar dia.
Bahkan, mantan ketua Bawalu Sulawesi Utara ini meminta pelatihan yang dilakukan bukan hanya untuk ketua dan anggota Bawaslu tiap tingkatan saja melainkan juga untuk jajaran sekretariat Bawaslu.
Sebab, dalam melakukan tugas-tugas pengawasan, tambah Herwyn, jajaran komisioner maupun sekretariat saling melengkapi.
“Komisioner Bawaslu tiap tingkatan akan dibuat pelatihan, terutama pengawas ad hoc. Selain itu, pelatihan juga ditujukan untuk jajaran sekretariat Bawaslu,” ucapnya.
Herwyn berharap dengan adanya grand desain kurikulum pelatihan pengawas pemilu akan memperkuat kelembagaan Bawaslu.
“Struktur kelembagaan Bawaslu akan menguat apabila pelatihan dianggap hal penting, dikaitkan dengan kondisi kelembagaan Bawaslu saat ini. Maka fungsi pelatihan bisa jadi sebuah bagian atau sesuatu yang berdiri sendiri minimal sampai di Bawaslu provinsi,” pungkas Herwyn.