Praktik mafia tanah bikin heboh di Morowali Utara
Morut, Sulteng (ANTARA) - Dugaan praktik mafia tanah di Kabupaten Morowali Utara (Morut), Provinsi Sulawesi Tengah bikin heboh, sekitar 50 hektare lebih tanah milik pemerintah desa dijual ke perusahaan tambang.
Kasus ini terjadi di Desa Tamainusi, Kecamatan Soyo Jaya dan kasus ini telah dilaporkan ke pihak Polres Morowali Utara.
Pada Sabtu (24/8) ratusan warga Desa Tamainusi turun ke jalan, mereka melakukan aksi damai di sekitar tanah desa yang dijual ke PT CSS.
Dari informasi yang diterima warga, hari itu ada kegiatan perusahaan untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok di lahan desa yang sudah dibeli.
Informasi yang dihimpun wartawan menyebutkan, ada tiga oknum yang diduga menjadi otak pelaku penjualan lahan desa. Ketiga oknum tersebut yaitu mantan Kades Tamainusi inisial inisial D, oknum pegawai Kecamatan Soyo Jaya inisial YBH, dan oknum pegawai KUA Kecamatan Soyo Jaya inisial B.
Ketiga oknum tersebut sudah dilaporkan ke Polres Morowali Utara dengan delik aduan tindak pidana penjualan tanah milik Pemerintah Desa Tamainusi, yang mewakili masyarakat membuat laporan polisi adalah BPD Tamainusi.
Modus penjualan tanah Desa Tamainusi yaitu dengan membuat surat keterangan tanah (SKT) kepada beberapa warga. SKT tersebut dikondisikan dengan cara dibuat backdated (tanggal mundur).
Kurang lebih 15 warga Tamainusi dibuatkan SKT backdated. Setiap warga dijatah dua hektar per orang. Oleh perusahaan, harga per hektar dibandrol Rp60 juta.
Ke-15 warga yang SKT-nya dikondisikan sudah diperiksa polisi. Mereka mengaku hanya menerima Rp40-45 juta per SKT dari hasil penjualan. Saat di kantor polisi, mereka juga tidak mengetahui lokasi tanahnya berdasarkan SKT.
Selain 15 warga tersebut, sisa dari hasil penjualan dibagi oleh ketiga oknum (D, YBH dan B) yang diduga menjadi otak pelaku.
Beberapa waktu lalu, BPD Tamainusi sudah melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait masalah ini. Kesimpulannya, masyarakat sepakat kasus tindak pidana penjualan tanah desa dibawa ke proses hukum.
Abidin, perwakilan BPD Tamainusi mengatakan, 15 warga Tamainusi yang dibuatkan SKT dan telah menerima uang, harus membantu desa dalam mengungkap masalah ini. Karena jangan mereka terjebak dalam permainan mafia tanah.
"Ke-15 warga akan dibantu. Mereka siap dibantu dalam urusan mengembalikan uang. Dengan catatan, mereka jangan takut bicara dan menceritakan kejadian yang sebenarnya di hadapan pihak kepolisian. Karena kasus ini sudah dilaporkan," ujar Abidin saat aksi damai.
Ia meminta masyarakat jangan takut dalam mengungkap kebenaran. Karena kebenaran tidak pernah kalah meski jalannya sulit. Harus jujur bersuara agar tidak menjadi korban mafia tanah.
"15 warga hanya jadi korban. Mereka bukan pelaku yang sebenarnya," tegas Abidin.
Hal senada juga disampaikan Kades Tamainusi nonaktif, Ahlis. Ia meminta ketiga oknum yang diduga menjadi pelaku segera mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia sangat menyayangkan penjualan aset desa.
Informasi yang diterima Ahlis, perusahaan yang membeli tanah sudah mengeluarkan uang Rp2,4 miliar demi mendapatkan 50 hektar lebih tanah Desa Tamainusi.
Dan perusahaan memang berhubungan dengan ketiga oknum yang diduga menjadi pelaku utamanya.
"Perusahaan (PT CSS) sepertinya sudah tahu bahwa mereka tertipu. Bisa jadi mereka juga akan melaporkan masalah ini," kata Ahlis saat bersama warga Tamainusi di lokasi aksi damai.
Meksi demikian, Ahlis mengimbau warga Tamainusi untuk tetap menjaga kondusifitas di desa. Jangan ada yang terprovokasi melakukan tindakan yang melanggar hukum. Kasus penjualan tanah desa saat ini telah berproses di kepolisian.
"Kita serahkan masalah ini ke ranah hukum. Biarkan hukum yang mengadili para pelaku. Dan 15 warga adalah korban juga," terang Ahlis. ***
Kasus ini terjadi di Desa Tamainusi, Kecamatan Soyo Jaya dan kasus ini telah dilaporkan ke pihak Polres Morowali Utara.
Pada Sabtu (24/8) ratusan warga Desa Tamainusi turun ke jalan, mereka melakukan aksi damai di sekitar tanah desa yang dijual ke PT CSS.
Dari informasi yang diterima warga, hari itu ada kegiatan perusahaan untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok di lahan desa yang sudah dibeli.
Informasi yang dihimpun wartawan menyebutkan, ada tiga oknum yang diduga menjadi otak pelaku penjualan lahan desa. Ketiga oknum tersebut yaitu mantan Kades Tamainusi inisial inisial D, oknum pegawai Kecamatan Soyo Jaya inisial YBH, dan oknum pegawai KUA Kecamatan Soyo Jaya inisial B.
Ketiga oknum tersebut sudah dilaporkan ke Polres Morowali Utara dengan delik aduan tindak pidana penjualan tanah milik Pemerintah Desa Tamainusi, yang mewakili masyarakat membuat laporan polisi adalah BPD Tamainusi.
Modus penjualan tanah Desa Tamainusi yaitu dengan membuat surat keterangan tanah (SKT) kepada beberapa warga. SKT tersebut dikondisikan dengan cara dibuat backdated (tanggal mundur).
Kurang lebih 15 warga Tamainusi dibuatkan SKT backdated. Setiap warga dijatah dua hektar per orang. Oleh perusahaan, harga per hektar dibandrol Rp60 juta.
Ke-15 warga yang SKT-nya dikondisikan sudah diperiksa polisi. Mereka mengaku hanya menerima Rp40-45 juta per SKT dari hasil penjualan. Saat di kantor polisi, mereka juga tidak mengetahui lokasi tanahnya berdasarkan SKT.
Selain 15 warga tersebut, sisa dari hasil penjualan dibagi oleh ketiga oknum (D, YBH dan B) yang diduga menjadi otak pelaku.
Beberapa waktu lalu, BPD Tamainusi sudah melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait masalah ini. Kesimpulannya, masyarakat sepakat kasus tindak pidana penjualan tanah desa dibawa ke proses hukum.
Abidin, perwakilan BPD Tamainusi mengatakan, 15 warga Tamainusi yang dibuatkan SKT dan telah menerima uang, harus membantu desa dalam mengungkap masalah ini. Karena jangan mereka terjebak dalam permainan mafia tanah.
"Ke-15 warga akan dibantu. Mereka siap dibantu dalam urusan mengembalikan uang. Dengan catatan, mereka jangan takut bicara dan menceritakan kejadian yang sebenarnya di hadapan pihak kepolisian. Karena kasus ini sudah dilaporkan," ujar Abidin saat aksi damai.
Ia meminta masyarakat jangan takut dalam mengungkap kebenaran. Karena kebenaran tidak pernah kalah meski jalannya sulit. Harus jujur bersuara agar tidak menjadi korban mafia tanah.
"15 warga hanya jadi korban. Mereka bukan pelaku yang sebenarnya," tegas Abidin.
Hal senada juga disampaikan Kades Tamainusi nonaktif, Ahlis. Ia meminta ketiga oknum yang diduga menjadi pelaku segera mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia sangat menyayangkan penjualan aset desa.
Informasi yang diterima Ahlis, perusahaan yang membeli tanah sudah mengeluarkan uang Rp2,4 miliar demi mendapatkan 50 hektar lebih tanah Desa Tamainusi.
Dan perusahaan memang berhubungan dengan ketiga oknum yang diduga menjadi pelaku utamanya.
"Perusahaan (PT CSS) sepertinya sudah tahu bahwa mereka tertipu. Bisa jadi mereka juga akan melaporkan masalah ini," kata Ahlis saat bersama warga Tamainusi di lokasi aksi damai.
Meksi demikian, Ahlis mengimbau warga Tamainusi untuk tetap menjaga kondusifitas di desa. Jangan ada yang terprovokasi melakukan tindakan yang melanggar hukum. Kasus penjualan tanah desa saat ini telah berproses di kepolisian.
"Kita serahkan masalah ini ke ranah hukum. Biarkan hukum yang mengadili para pelaku. Dan 15 warga adalah korban juga," terang Ahlis. ***