JK jelaskan proyek pengadaan energi Bojonegoro

id jk

JK jelaskan proyek pengadaan energi Bojonegoro

Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JK). (ANTARA/Wahyu Putro A.)

Iya. Proyek itu dimulai tahun 2013, sebelum saya jadi Wapres. Jadi itu proyek murni swasta
Jakarta,  (Antaranews Sulteng) - Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin, menjelaskan proyek pengadaan energi dengan membangun terminal penerimaan gas alam cair di Kecamatan Bojonegara, Serang, yang diduga melibatkan perusahaan milik Kalla Group.

Jusuf Kalla mengakui ada salah satu perusahaan miliknya yang terlibat dalam proyek tersebut, namun Kalla membantah hal itu termasuk upaya penyalahgunaan jabatannya sebagai wakil presiden.

"Iya. Proyek itu dimulai tahun 2013, sebelum saya jadi Wapres. Jadi itu proyek murni swasta," kata Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin.

Proyek yang digagas oleh PT Bumi Sarana Migas (BSM) pada 2013 itu bermula dari adanya kekhawatiran akan kekurangan energi pada 2021 di area Jawa Barat.

"Pada tahun 2013 itu kita diskusi, ada masalah yang akan terjadi tahun 2020 atau 2021, yaitu gas di sekitar Jawa Barat ini akan habis; maka harus gas itu didatangkan dari daerah lain dan untuk itu diperlukan fasilitas, regasifikasi namanya," jelasnya.

Awalnya, terdapat rencana untuk membangun stasiun apung atau 'floating storage and offloading' unit (FSO) untuk menyimpan gas alam cair atau "liquefied natural gas" (LNG) dalam proses regasifikasi tersebut.

Namun, pembangunan terminal apung tersebut memakan biaya besar, sehingga PT BSM menawarkan proyek yang dapat membuat biaya produksi LNG menjadi lebih murah.

"Memang sebelumnya ada FSO, floating terminal; tetapi floating terminal itu ongkosnya mahal. Coba cek sama mereka, tiga dolar AS per MMBTU. Nah, ini setengahnya dan lebih terjamin," katanya.

Sebelumnya, beredar rekaman perbincangan yang diduga Rini Soemarno dan Sofyan Basir terkait pembicaraan pembagian 'share' proyek penyediaan energi di Bojonegara tersebut, dengan melibatkan PT. PLN dan Pertamina.

Dalam rekaman tersebut terdengar belum ada kesepakatan terkaitan nilai 'share' antara kedua belah pihak.

"Yang penting gini Pak, saya ambil ini dua, Pertamina ya Pak, sama PLN. Ya keduanya punya saham lah, dikasih kecil," kata perempuan yang diduga Rini.

"PLN waktu itu kan saya ketemu Pak Ari (Soemarno) juga, Bu. Saya bilang, Pak Ari mohon maaf masalah 'share' ini kita duduk bareng lagi lah Pak Ari," kata pria yang diduga Sofyan Basir.

Terkait akan hal itu, Wapres Kalla menegaskan tidak ada pembahasan mengenai jatah atau "fee" dalam pembicaraan antara Rini Soemarno dan Sofyan Basir itu. Pembicaraan itu mendiskusikan terkait saham yang dapat diperoleh Pemerintah, dalam hal ini melalui Kementerian BUMN.

"Jadi, pembicaraan itu saya tahu betul, tidak ada bicara soal 'fee'. Hanya mengatur sahamnya, yang sedikit ada perbedaan pendapat. Dimana Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, dapat berapa sahamnya; bukan berapa yang didapat oleh Bu Rini (Soemarno). Jadi pembicaraan itu saya tahu betul tidak ada bicara soal fee, (tetapi) unsur mengatur PPP (public private partnership) tadi itu," ujarnya.