Kekerasan terhadap perempuan di Palu menurun

id Irmayanti Pettalolo

Kekerasan terhadap perempuan di Palu menurun

Irmayanti Pettalolo (ist)

Kondisi ini semakin membaik, bila kita membandingkan dengan dua tahun terakhir kasus kekerasan tersebut mampu ditekan hingga di bawah angka 100

Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyatakan fenomena dan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah tersebut sebelum dan setelah bencana mengalami penurunan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu Irmayanti Petalolo, di Palu, Minggu, mengatakan kasus kekerasan yang terjadi angkanya di bawah 100.

"Kondisi ini semakin membaik, bila kita membandingkan dengan dua tahun terakhir kasus kekerasan tersebut mampu ditekan hingga di bawah angka 100," ucap Irmayanti Pettalolo.

Berdasarkan data DP3A Sulawesi Tengah tahun 2018 tercatat 79 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, tahun 2017 85 kasus dan 2016 178 kasus.

Kata Irma, menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terlepas dari kerja-kerja pemerintah dilakukan selama ini, baik melalui sosialisasi hingga pendekatan secara persuasif terhadap keluarga, sebagai upaya meminimalisir kejadian serupa.

Selanjutnya, berdasarkan data DP3A dari jumlah kasus kekerasan yang terjadi tiga tahun terakhir itu, tercatat bahwa 82 kasus merupakan anak sebagai korban, 27 anak sebagai pelaku selama 2016.

Kemudian, tahun 2017 terdapat 42 kasus anak sebagai korban dan 35 kasus anak sebagai pelaku, serta 2018 tercatat 33 anak sebagai korban dan 32 anak sebagai pelaku," kata Irmayanti.

Kasus anak sebagai pelaku, didominasi aksi kejahatan di jalanan atau tindak kriminal pembegalan, jambret melakukan perampasan secara paksa atas benda milik orang lain.

Bagi Irma, meminimalisir tindakan melanggar norma asusila yang dilakukan oleh anak, keluarga dan negara memiliki tanggung jawab memberikan jaminan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak maupun kelompok rentan lainnya agar dapat menjalani kehidupan yang layak.

"Keluarga sangat berperan penting, jika kehidupan keluarga berjalan harmonis maka tindak kekerasan sangat kecil terjadi, begitupun sebaliknya," ujar Irmayanti.
Disisi lain, jaminan pemenuhan hak perempuan dan anak sebagai korban serta kelompok rentan lainnya yang wajib dipenuhi negara antara lain, pendampingan hukum, layanan kesehatan, psikologi termasuk layanan informasi.

Dia menjelaskan perlindungan maupun pemenuhan hak-hak perempuan dan anak tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah semata, melainkan keterlibatan pihak lain sangat dibutuhkan.

"Selama ini kami sudah membangun mitra dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat termasuk aparat penegak hukum, kami ingin 2019 kasus kekerasan dapat menurun drastis," kata Irmayanti.*