"Air yang perlu di sediakan di Masjid Jami Al Furqan," ucap Mohammad Fauzin, warga Kelurahan Petobo, di Petobo, Kamis.
Masjid Jami Al Furqan merupakan salah satu masjid permanen yang dibangun di lokasi pengungsian, tepatnya di sebelah barat hunian sementara.
Pantauan ANTARA di lapangan, hanya ada satu penampung air di masjid tersebut yang berfungsi untuk jamaah mengambil air wudhu.
Warga pengungsi yang umumnya beragama Islam menggunakan masjid itu sebagai tempat melakukan sholat isya, tarawih dan witir dan shalat lainnya, namun ketersediaan air di masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Malaysia dan Madinah itu sangat terbatas.
Saat ini, lewat Yayasan tersebut dan panitia pembangunan masjid sedang berupaya untuk menyediakan air untuk menunjang ibadah di masjid tersebut.
Ia menyebut, air menjadi hal yang mendasar dan sangat penting untuk disediakan di masjid-masjid yang ada di lokasi pengungsian korban gempa dan likuefaksi di Petobo.
Sebelumnya, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah Dedi Askary meminta pemerintah daerah segera mengantisipasi kekurangan air di titik-titk pengungsian.
Menurutnya, Pemerintah Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala harus segera mengambil tindakan nyata terkait keterbatasan air di titik-titik pengungsian, baik yang ada di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala.
Selama Ramadan 1440 Hijriah yang menjadi keluhan masyarakat pengungsi di tiga daerah tersebut adalah ketidakcukupan pasokan air bersih, khususnya di rumah-rumah ibadah seperti masjid.
"Mestinya apa yang dikeluhkan masyarakat di beberapa titik pengungsian di Kota Palu, Sigi, dan Donggala tidak perlu terjadi jika pemerintah daerah punya visi penanggulangan bencana yang baik, setidak-tidaknya berperspektif pencegahan. Sebab di beberapa daerah pemerintahnya telah berupaya melakukan hal itu, seperti Kabupaten Sigi," ujar Dedi Askary.
Ia mengingatkan bahwa menyediakan sarana dan prasarana untuk beribadah khususnya di lokasi-lokasi pengungsian menjadi tanggung jawab negara.