Wali Kota Palu: Huntara untuk pengungsi perlu ditambah
Palu (ANTARA) - Wali Kota Palu Hidayat berharap seluruh pihak baik Non Government Organization (NGO) dari dalam maupun luar negeri maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat membantu hunian sementara (Huntara) untuk pengungsi korban bencana di Kota Palu yang hingga kini masih tinggal di tenda-tenda pengungsi.
"Harapannya begitu. Ada bantuan Huntara dari non pemerintah. Saat ini kita juga masih berjuang agar mereka segera pindah dari tenda-tenda dan selter pengungsi," katanya usai mengikuti acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2018 untuk sembilan daerah se-Sulawesi Tengah di Palu, Selasa (28/5).
Mengingat sampai saat ini masih ada 6.655 pengungsi dari 40.137 pengungsi yang hidup di tenda-tenda pengungsian di sejumlah lokasi pengungsian terpadu di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah itu.
Apalagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dipastikam tidak akan menambah 699 unit Huntara yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala pasca penetapan masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana 28 September 2018 lalu..
"Huntara-huntara bantuan Kementerian PUPR yabg masih kosong kita upayakan agar segera teraliri listrik dan ada fasilitas air bersihnya sehingga pengungsi segera pindah ke situ. Kita juga berusaha agar ada bantuan Huntara dari BUMN-BUMN selain dari NGO. Contohnya huntara bantuan Bank BRI untuk pengungsi di halaman Masjid Agung Darussalam," katanya.
Selain mencari bantuan Huntara dari NGO dan BUMN, ia juga tengah mempercepat pengerjaan dan penyelesaian hunian tetap (Huntap) bantuan non pemerintah pusat yang telah dimulai di kawasan relokasi di Kelurahan Tondo beberapa waktu lalu.
"Salah satu upaya yang kita lakukan untuk pengungsi yang masih tinggal di selter dan tenda mempercepat penyelesaian Huntap. Kalau Huntap itu cepat selesai dibangun mereka dapat segera pindah ke sana," ujarnya.
Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah mencatat hingga kini 6.655 jiwa pengungsi gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu masih tinggal di tenda-tenda dan shelter pengungsian yang tersebar di sejumlah lokasi, karena jumlah unit hunian sementara (Huntara) yang terbatas, baik Huntara yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maupun oleh Non Government Organization (NGO).
"Mereka tidak bisa masuk di Huntara karena kapasitasnya terbatas. Hanya sekitar 4.468 KK (Kepala Keluarga) yang bisa ditampung," kata Ketua Tim Validasi Data yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palu, Arfan dalam diskusi Libun Todea yang dilaksanakan Pemkot Palu di salah satu warkop, Sabtu (25/5) hingga Minggu (26/5) dini hari.
Dia mengaku belum tahu sampai kapan 6.655 pengungsi yang tinggal di tenda dan selter pengungsian yang saat ini sudah banyak yang rusak dan tidak layak pakai lagi itu terus tinggal di sana.
Mengingat pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR sudah memutuskan tidak akan menambah jumlah unit Huntara yang dibangun dari 699 unit yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala. Sebanyak 40.137 jiwa pengungsi di Palu, sebanyak 6.655 jiwa masih di tenda atau selter dan sisanya sudah tinggal di huntara.
Dia berharap baik pemerintah pusat maupun NGO dapat memikirkan dan mencarikan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut.
"Harapannya begitu. Ada bantuan Huntara dari non pemerintah. Saat ini kita juga masih berjuang agar mereka segera pindah dari tenda-tenda dan selter pengungsi," katanya usai mengikuti acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2018 untuk sembilan daerah se-Sulawesi Tengah di Palu, Selasa (28/5).
Mengingat sampai saat ini masih ada 6.655 pengungsi dari 40.137 pengungsi yang hidup di tenda-tenda pengungsian di sejumlah lokasi pengungsian terpadu di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah itu.
Apalagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dipastikam tidak akan menambah 699 unit Huntara yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala pasca penetapan masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana 28 September 2018 lalu..
"Huntara-huntara bantuan Kementerian PUPR yabg masih kosong kita upayakan agar segera teraliri listrik dan ada fasilitas air bersihnya sehingga pengungsi segera pindah ke situ. Kita juga berusaha agar ada bantuan Huntara dari BUMN-BUMN selain dari NGO. Contohnya huntara bantuan Bank BRI untuk pengungsi di halaman Masjid Agung Darussalam," katanya.
Selain mencari bantuan Huntara dari NGO dan BUMN, ia juga tengah mempercepat pengerjaan dan penyelesaian hunian tetap (Huntap) bantuan non pemerintah pusat yang telah dimulai di kawasan relokasi di Kelurahan Tondo beberapa waktu lalu.
"Salah satu upaya yang kita lakukan untuk pengungsi yang masih tinggal di selter dan tenda mempercepat penyelesaian Huntap. Kalau Huntap itu cepat selesai dibangun mereka dapat segera pindah ke sana," ujarnya.
Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah mencatat hingga kini 6.655 jiwa pengungsi gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu masih tinggal di tenda-tenda dan shelter pengungsian yang tersebar di sejumlah lokasi, karena jumlah unit hunian sementara (Huntara) yang terbatas, baik Huntara yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) maupun oleh Non Government Organization (NGO).
"Mereka tidak bisa masuk di Huntara karena kapasitasnya terbatas. Hanya sekitar 4.468 KK (Kepala Keluarga) yang bisa ditampung," kata Ketua Tim Validasi Data yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palu, Arfan dalam diskusi Libun Todea yang dilaksanakan Pemkot Palu di salah satu warkop, Sabtu (25/5) hingga Minggu (26/5) dini hari.
Dia mengaku belum tahu sampai kapan 6.655 pengungsi yang tinggal di tenda dan selter pengungsian yang saat ini sudah banyak yang rusak dan tidak layak pakai lagi itu terus tinggal di sana.
Mengingat pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR sudah memutuskan tidak akan menambah jumlah unit Huntara yang dibangun dari 699 unit yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala. Sebanyak 40.137 jiwa pengungsi di Palu, sebanyak 6.655 jiwa masih di tenda atau selter dan sisanya sudah tinggal di huntara.
Dia berharap baik pemerintah pusat maupun NGO dapat memikirkan dan mencarikan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut.