Yogyakarta (ANTARA) - Tim peneliti Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengembangkan prototipe baterai nuklir sebagai sumber energi listrik yang diperkirakan memiliki daya tahan hingga 40 tahun.
Ketua Tim peneliti Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM Yudi Utomo Imardjoko di Kampus UGM Yogyakarta, Jumat mengatakan pengembangan prototipe baterai nuklir awalnya dibiayai oleh mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.
"Ini awalnya dulu didanai oleh beliau (Dahlan Iskan). Beliau ingin agar dari teknologi nuklir Indonesia ada sesuatu yang bisa di-create (diwujudkan), tidak hanya teoritis. Ini salah satu bukti bahwa kami sudah melakukan sesuatu yang sifatnya ada hasilnya, walaupun masih kecil itu tinggal scale-up (ditingkatkan) saja," kata Yudi.
Pendanaan pengembangan baterai itu kemudian dilanjutkan oleh Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Setelah dua tahun dikembangkan sejak 2017, proyek penelitian itu telah memunculkan hasil meski belum memuaskan.
"Ini kan masih kecil, efisiensinya masih rendah walaupun cukup tinggi kalau dibandingkan dengan di tempat lain," kata Yudi.
Pengembangan baterai itu, menurut dia, terkendala ketersediaan plutonium 238 sebagai bahan baku utama. Limbah radioaktif itu memiliki harga cukup mahal karena harus mendatangkan dari Rusia.
"Harga per keping hanya 12 dolar, tapi begitu sampai sini harganya itu 8.600 dolar per keping," kata dia.
Dahlan Iskan yang hadir meninjau pengembangan baterai itu mengatakan bahwa kendala untuk mendapatkan plutonium 238 bisa teratasi apabila Indonesia memiliki reaktor torium sendiri sebab plutonium merupakan limbah dari torium.
"Kita bisa tidak impor lagi kalau kita sudah punya reaktor torium. Reaktor torium itu desainnya sudah jadi, dibuat oleh bapak-bapak ahli nuklir ini, kebetulan itu saya yang mendanai. Desainnya sudah jadi, tinggal bagaimana cara mewujudkannya," kata dia.
Asisten peneliti Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM Elly Ismail mengatakan ide pengembangan baterai nuklir berawal dari upaya mencari sumber tenaga yang kecil namun tahan lama.
Setelah mempelajari berbagai jurnal, nuklir menjadi pilihan karena dengan daya yang dimiliki baterai bisa bertahan hingga 40 tahun.
"Kalau baterai lithium itu setahun dua tahun sudah habis. Sedangkan baterai nuklir bisa sampai 40 tahun," kata dia.
Baterai nuklir itu dikemas dalam bentuk tabung. Daya listrik yang dihasilkan dari baterai itu, jelas dia, berasal dari pancaran radiasi plutonium 238 yang dikonversi menjadi cahaya tampak. Kemudian, cahaya tampak ditangkap dengan foto voltaik atau sel surya menjadi energi listrik.
Menurut Elly, baterai itu memungkinkan digunakan di daerah terpencil sebagai sumber energi alat sensor yang mampu mendeteksi siapa saja yang melalui wilayah perbatasan Indonesia.
Ke depan baterai itu memungkinkan digunakan sebagai sumber energi berbagai peralatan elektronik di Indonesia. "Asalkan teknologi kita sudah ukurannya mikro," demikian Elly Ismail.
Berita Terkait
Rusia inagtkan bahaya konflik di antara negara nuklir
Jumat, 4 Oktober 2024 13:52 Wib
Biden sebut AS tidak dukung Israel serang fasilitas nuklir Iran
Kamis, 3 Oktober 2024 11:15 Wib
IAEA upayakan program nuklir Iran kembali ke kerangka kesepakatan
Jumat, 27 September 2024 12:51 Wib
Indonesia punya pembangkit listrik nuklir 250 megawatt tahun 2032
Jumat, 6 September 2024 14:13 Wib
AS akan "menilai Iran berdasarkan tindakan, bukan kata-kata"
Rabu, 28 Agustus 2024 9:20 Wib
Korea Selatan berminat dalam pengembangan energi nuklir di Filipina
Kamis, 8 Agustus 2024 11:23 Wib
China masih pertanyakan keamanan air olahan PLTN Fukushima
Kamis, 8 Agustus 2024 11:19 Wib
China: pengelolaan TEPCO atas air olahan PLTN Fukushima tak meyakinkan
Jumat, 26 April 2024 10:02 Wib