PPUPUK-PIRNAS Tanam Rotan Di Lereng Nokilalaki

id rotan, pirnas

PPUPUK-PIRNAS Tanam Rotan Di Lereng Nokilalaki

Direktur IZL Jerman Prof Auwi Stubbe (kanan) dan Project Officer PROSPECT Palu Muh Arif Sutte menanam rotan di areal percontohan budidaya rotan di kawasan hutan Desa Walatana, Kecamatan Dolo Selatan, kabupaten Sigi, Sulteng, Minggu (9/3) (ANTARASulteng/Rolex Malaha)

Budidaya rotan memiliki manfaat berganda dari segi ekologis dan ekonomi sebab bila menanam rotan maka hutan juga akan lestari karena rotan tidak bisa tumbuh tanpa kayu/pohon besar, kata Nur Sangaji
Palu (antarasulteng.com) - Perkumpulan untuk peningkatan usaha kecil (PUPUK) Indonesia dan Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) memulai penanaman rotan budidaya di kawasan hutan di lereng Pegunungan Nokilalaki, Desa Walatana, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu.

Penanaman di Kecamatan Dolotersebut dipimpin oleh Ketua PIRNas Prof Dr Tanra Tellu, MS dihadiri Direktur Pusat Inovasi Rotan (Inovationszentrum Lichttenfels-IZL) Jerman Prof Auwi Stubbe dan Prof Jan Armgard serta puluhan peserta pelatihan nasional desain mebel rotan PIRNas serta anggota kelompok tani Nokilalaki, Desa Walatana.

Penanaman perdana rotan budidaya di lahan percontohan milik PROSPECT (Promoting Sustainable Consumption and Product Eco Friendly Rattan) Indonesia ini merupakan bagian dari kegiatan lapangan peserta pelatihan nasional desain rotan yang digelar PIRNas di Palu, 4-9 Maret 2014.

Pelatihan ini diikuti 21 peserta dari seluruh provinsi penghasil rotan dan pusat-pusat industri rotan Indonsia dengan melibatkan para ahli desain rotan dari IZL Jerman sebagai pelatih.

Kawasan hutan seluas dua hektare ini merupakan proyek percontohan budidaya rotan pertama di Sulawesi Tengah yang dilaksanakan oleh PROSPECT, sebuah proyek pembibitan dan pengembangan budidaya rotan milik PUPUK yang pembiayannya dibantu oleh Uni Eropa.

Project Officer PROSPECT Indonesia Sulawesi Tengah Muhammad Arif Sutte mengemukakan, dalam proyek ini pihaknya telah mengembangkan tiga lokasi perbenihan rotan di Sulawesi Tengah yakni di Desa Walatana (Kabupaten Sigi) serta Parigi dan Tolay (Kabupaten Parigi Moutong) dan kini telah memiliki sekitar 16.000 bibit rotan dari berbagai jenis.

"Sekitar 2.000 pohon dari bibit tersebut akan kami pakai sendiri guna ditanam di kebun percontohan ini dan selebihnya akan diberikan kepada pihak-pihak yang berminat secara serius untuk mengembangkan budidaya rotan, baik secara pribadi maupun kelembagaan," ujarnya.

PUPUK yang ditopang Uni Eropa memulai budidaya rotan di Sulawesi Tengah untuk melestarikan daerah ini sebagai pusat produksi rotan terbesar di Indonesia sehingga Indonesia akan tetap menjadi produsen rotan terbesr di dunia di masa mendatang.

Eksploatasi rotan pada dekade 90-an, katanya, sangat masif sehingga pemungutannya di hutan tak terkendali dan tidak disertai upaya pelestarian sehingga potensi rotan semakin langka dan lokasi pengambilannya semakin jauh di dalam hutan sehingga semakin kurang menarik bagi masyarakat untuk memanfaatkannya.

"Dengan sistim budidaya ini, kami harapkan populasi rotan akan bertambah, lokasi pemungutannya semakin dekat sehingga ke depan, rotan akan tetap menjadi sumber penghidupan yang bisa diandalkan untuk mensejahterakan masyarakat, terutama para pengumpul rotan di perdesaan," ujar Arif.

Sementara itu Wakil Ketua Forum Kolaborasi Rotan Ramah Lingkungan Sulawesi Tengah Dr Nur Sangaji, DEA memuji upaya PUPUK melalui Pricpect-Indonesia yang mengembangkan lokasi pembibitan rotan dan membangun kebun percontohan sistem budidaa rotan di Kabupaten Sigi.

Ia mengatakan, sekalipun proyek ini masih berskala kecil namun dampaknya akan luas karena akan mampu mengubah paradigma berpikir bahwa kini saatnya rotan diperoleh dari hasil budidaya, bukan dari hutan bebas yang jumlahnya kian terbatas.

Budidaya rotan seperti ini, kata Nur Sangaji, memiliki manfaat berganda bagi pelestarian lingkungan sebab bila menanam rotan maka hutan juga akan lestari karena rotan tidak bisa hidup tanpa kayu. Dengan demikian, manfaat ekonominya berlipat ganda karena masayarakat akan memanen rotan dan juga kayunya secara lestari.

"Sedangkan bila terus mengandalkan memungut rotan di hutan bebas, maka sedikit demi sedikit, kayunya juga akan ikut ditebang sehingga hutan semakin terdegradasi," ujarnya. (R007/M026)