Jakarta (ANTARA) - Di tengah kesibukannya sebagai aktor dan penyanyi, Calvin Jeremy, rutin berolahraga tiga kali seminggu, kebiasaan barunya sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Sebelumnya, ia berolahraga hanya kalau ingin saja.
"Jadi olahraga itu, karena sebelumnya aku 'mood-mood-an' jadi akhirnya teratur," kata pelantun lagu "Dua Cinta Satu Hati" yang berusia 19 tahun itu kepada ANTARA.
Bukan cuma Calvin Jeremy, beraktivitas di pagi hari--entah olahraga atau mengerjakan sesuatu yang membutuhkan olah tubuh--, sudah menjadi kebiasaan baru banyak orang sejak virus corona "menghantui".
Entah karena kesadaran tinggi untuk tetap bugar di tengah pandemi atau lantaran kekhawatiran berlebih pada penularan COVID-19, telah mendorong banyak orang di penjuru negeri ini menjadi suka berolahraga. Sebagian dari kita menjadi sangat gemar bersepeda, aktivitas sehat yang sekaligus menghibur.
Demi menjaga kestabilan dan keseimbangan, baik dalam pemenuhan kebutuhan jasmani maupun psikologis, ketakutan berlebihan bukanlah pilihan. Aktivitas produktif harus terus berjalan dan tentu dengan tetap menjalankan protokol kesehatan dengan ketat.
Calvin Jeremy tetap menjalankan aktivitasnya sebagai seorang profesional, meskipun sebagian dari pekerjaan itu ia selesaikan di rumah secara digital, bentuk adaptasi baru yang juga bagian dari upaya mengurangi penyebaran virus corona.
"Awalnya deg-degan juga di tengah keramaian (nge-host) tapi itu tadi, kita sendiri yang kontrol kayak menggunakan masker, jaga jarak, jangan megang-megang yang enggak penting, cuci tangan."
"Aku bersyukur semoga walau enggak nge-gym kesehatan bisa terjaga terus, setiap PCR (tes polymerase chain reaction) negatif, enggak pernah kena. Aku mengimbau apa yang bisa kita kontrol, kita kontrol lah, selebihnya serahkan ama Yang di Atas," katanya.
Lalu, apakah kebiasaan baru, yang terangkum dalam gaya hidup sehat itu harus diakhiri lantaran pemerintah sudah menyiapkan ratusan juta dosis vaksin COVID-19? Jawabannya tentu saja "Tidak!" jika ingin pandemi ini segera berakhir dan tidak mudah datang lagi dalam kehidupan kita.
"Jadi, 'new normal' ini aku memandangnya harus kolaborasi sih antara pemerintah dan masyarakat. Karena kalau misalnya new normal, udah ada vaksin nih tapi terus perjalanan sampai menuju vaksin bisa diterima semua orang, bisa bekerja 100 persen juga butuh kerja sama dari kita, kita harus bisa menaati protokol. Aku ngelihatnya bisa jadi bagus, bisa jadi jelek tergantung kita menyikapinya gimana," kata Calvin.
Peran masyarakat mutlak
Pakar kesehatan, co-founder Merial Health yang juga Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Halik Malik, sependapat bahwa penanganan pandemi COVID-19 menjadi tanggung jawab bersama, termasuk masyarakat, pemerintah, dan tenaga kesehatan.
Pemerintah perlu memastikan 3T (tracing, testing, treatment), 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan), dan vaksinasi agar berjalan optimal. Tenaga kesehatan sebagai benteng terakhir akan terus bekerja memberikan pelayanan 3T secara maksimal.
Demikian juga masyarakat senantiasa menerapkan 3M seperti mencuci tangan dan memakai masker yang relatif sudah berjalan dengan baik, namun menjaga jarak, menurut Halik, masih sering diabaikan bahkan berkumpul dan berkerumun tanpa protokol kesehatan masih sering ditemui.
"Tidak ada kata lain selain disiplin menerapkan 3M karena kita mencintai orang lain di sekitar kita seperti kita mencintai diri sendiri."
Semoga di tahun 2021 ini kesadaran dan perilaku kita semua menjadi lebih pro terhadap protokol kesehatan dan terdapat dukungan yang lebih besar lagi dari semua pihak untuk bersama-sama kita selesaikan pandemi COVID-19 ini lebih cepat," kata Halik menggugah kesadaran masyarakat.
Dokter sekaligus anggota Tim COVID RSUD Koja, Tanjung Priok, Siti Rosidah, juga masih menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat. "Tingkat kesadaran masyarakat masih rendah terhadap pandemi COVID-19 masih banyak orang yang lalai protokol kesehatan 3M di mana pun mereka berada. Akibatnya, penularan semakin tinggi di tingkat masyarakat, antarkeluarga, di perkantoran, atau pun di public bahkan penularan di lingkungan rumah sakit."
Masyarakat diminta untuk stay at home, tetapi malah berpergian ke luar kota. Pemerintah harus menggalakkan lagi PSBB, bisa jadi kita akan mengalami PSBB total selanjutnya (WNA sudah dilarang datang ke Indonesia).
Bahkan, jelas Rosidah, beberapa rumah sakit umum/swasta terjadi lonjakan peningkatan pasien IGD sangking overload-nya, sampai akhirnya IGD-nya sendiri memberlakukan sistem lockdown (sementara tidak menerima pasien lagi karena ruang rawat inap full dan kapasitas pasien di rawat di IGD juga overload.
Apalagi sekarang gejala penularan COVID-19 sudah semakin cepat, ditandai dengan gejala pada pasien yang cepat memburuk di fase-fase awal, sementara alat bantu nafas pasien terbatas di setiap unitnya dengan adanya kebutuhan untuk ruang ICU semakin meningkat.
Menurut Siti Rosidah, harus ada kesadaran pribadi dari diri masing-masing. Kalau pemerintah sudah optimal untuk fasilitas 3M. Jadi balik ke pribadi masing-masing. Menghadapi lonjakan kasus hingga akhir tahun 2020, pemerintah terus menambah fasilitas kesehatan seperti meningkatkan kapasitas rumah sakit COVID-19 dan membenahi fasilitas pelayanan kesehatan lainnya termasuk merekrut tenaga medisnya, namun itu tidak bisa cepat dan sulit terpenuhi jika kasus COVID-19 tidak terkendali.
Peran telemedisin
Semakin memasyarakatnya telemedisin (layanan kesehatan online berbasis aplikasi) juga berperan dalam meminimalkan penyebaran COVID-19. Budaya baru memanfaatkan fasilitas kesehatan secara digital diakui sangat positif bagi upaya penanganan pandemi sekarang ini.
Lonjakan penggunaan telemedisin, yang ditandai dengan meningkatkan jumlah pengguna dan transaksi, sangat baik untuk mendukung penanganan COVID-19 mengingat rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) memiliki keterbatasan untuk ruang perawatan pasien. Dengan telemedisin, telah menurunkan jumlah orang yang harus ke rumah sakit atau puskesmas.
"Ini sangat ideal karena di saat yang bersamaan RS dan fasyankes tidak terlalu padat dgn pasien, kemudian di sisi lain masyarakat bisa terlayani dari sisi akses layanan kesehatan," kata Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi, kepada ANTARA.
Belum lama ini, Kominfo dan Kementerian Kesehatan menjalin kerja sama untuk mendorong penggunaan telemedis yang lebih intensif.
Kerja sama ini menyangkut tiga hal, pertama soal kesiapan infrastruktur telekomunikasi.
Menurut Dedy, hal itu penting untuk meningkatkan penggunaan telemedisin. Dari 13.011 fasyankes di seluruh Indonesia--baik rumah sakit, puskesmas, maupun klinik kesehatan--, masih ada 3.126 yang sebelumnya belum memiliki akses internat memadai.
"Ini akan jadi masalah serius jika tidak segera diselesaikan, termasuk layanan telmedisin akan terhambat jika tidak ada internet di fasyankes."
Tugas Kominfo eksesusi menyediakan akses internet di dalamnya. Ini udah berlangsung 2 bulan terakhir," jelas Dedy soal percepatan penyediaan infrastruktur telekomunikasi ini.
Per akhir 2020 kemarin seluruh fasyenkses, dari 3.126 yg belum terjangkau akses internet memadai, sudah dapat internet memadai. Secara infastruktur telekomunikasi, seluruh fasyankes di Indonesia yang berjumlah 13.011 itu, saat ini sudah memiliki akses internet yang memadai, terang Dedy.
Yang kedua, Kominfo dan Kemenkes akan segera meningkatkan kesiapan SDM di seluruh fasilitas layanan kesehatan dan masyarakat pada umumnya, dan yang terakhir, bagaimana mengkonsolidasikan seluruh layanan telemedisin yang ada di Indonesia.
Dengan pola gaya hidup sehat masyarakat, beradaptasi dengan kebiasaan baru, dan ramah dengan kehidupan digital, serta peran seluruh pihak dalam menangani COVID-19, tentu kita optimistis Indonesia bisa segera mengakhiri pandemi, dan bahkan lebih siap dalam menangkal ancaman serupa di masa mendatang.