Luwuk, Banggai (ANTARA) - Sejumlah nelayan di Desa Uwedikan, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, menahan diri untuk tidak menangkap gurita selama tiga bulan terakhir. Ini untuk pertama kalinya nelayan di Desa Uwedikan melakukan praktek pengelolaan sumber daya laut dan pesisir dengan mekanisme buka tutup sementara.
Penutupan dilakukan pada 21 Agustus 2021 yang berada di 4 lokasi dengan luas 147 hektare, kemudian pada Sabtu, 20 November 2021 kembali dibuka. Setelah tiga bulan hasilnya, gurita kian mudah ditangkap dan ini membuat para nelayan senang karena hasil tangkap bisa meningkat.
Pembukaan yang dilakukan di pesisir Desa Uwedikan tersebut ditandai dengan pemberian alat tangkap gurita yang ramah lingkungan yaitu manis-manis (imitasi gurita) dan gara-gara (umpan gurita yang menyerupai kepiting).
Alat tangkap itu diberikan langsung Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banggai, Benyamin Pongdatu dan Kepala Seksi I UPT KKP3K Banggai Hendra Kadir kepada nelayan.
Setelah itu, nelayan gurita di Desa Uwedikan, baik laki-laki maupun perempuan turun ke laut menangkap di lokasi yang sudah ditutup selama tiga bulan tersebut.
“Dengan adanya penutupan dan pembukaan wilayah tangkap gurita ini, kami dari KKP3K Banggai berharap nelayan semakin sadar akan pentingnya menjaga terumbu karang yang merupakan habitat gurita,” kata Hendra Kadir.
Pilihan menutup sementara wilayah tangkap gurita memiliki proses yang panjang berbasis data biologi gurita, ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Pengumpulan data difasilitasi oleh Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) yang telah mendampingi nelayan di Desa Uwedikan.
Berdasarkan data tersebut, salah satu pendekatan yang dilakukan yaitu melalui mekanisme penutupan sementara selama tiga bulan, sebagai salah satu upaya konservasi masyarakat di Desa Uwedikan dalam menjaga terumbu karang yang merupakan habitat gurita.
“Masyarakat di Desa Uwedikan telah memberikan pembelajaran kepada kita bagaimana contoh praktek pemulihan ekosistem terumbu karang atau pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan," katanya.
"Ketika ada jeda selama tiga bulan itu berarti nelayan telah memberikan kesempatan kepada spesies seperti gurita untuk tumbuh dan berkembang sesuai waktunya dan juga menghindari terjadinya penangkapan berlebihan,” imbuh Direktur Japesda, Nur Ain Lapolo.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banggai, Benyamin Pongdatu mengaku senang dengan keputusan nelayan Uwedikan yang mampu mengelola wilayah laut mereka dengan cara menutup sementara selama tiga bulan.
Itu berarti nelayan sudah belajar tertib untuk mengelola potensi perikanan mereka, apalagi dengan menggunakan data sebagai keputusan bersama.
“Menahan diri selama tiga bulan untuk tidak menangkap gurita itu luar biasa, dan harapannya hasil tangkapan akan meningkat. Ibaratnya ini adalah sengasara membawa nikmat,” ungkap Bengyamin Pongdatu.
Setelah peresmian pembukaan penutupan sementara tersebut, nelayan tampak tidak sabar untuk segera menangkap gurita. Mereka akhirnya turun ke laut menangkap di lokasi yang sebelumnya telah ditutup.
Antusias menangkap gurita tidak hanya ditunjukkan oleh nelayan laki-laki saja, bahkan nelayan perempuan pun turun ke laut menangkap gurita.
Tidak sampai di situ, Kepala Desa Uwedikan Lapulo, beserta tokoh agama, juga turun bersama nelayan menangkap gurita menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Penangkapan gurita hanya dilakukan selama satu jam. Hasilnya, nelayan membawa pulang tangkapan gurita dengan bobot sekitar 1 - 2 kilogram (kg). Mereka tampak bergembira dengan hasil tangkapan yang ada.
Seperti yang diungkapkan oleh Marten Pinos, nelayan yang berhasil menangkap satu ekor gurita dengan bobot 1,5 kg.
Menurut dia, hanya dalam waktu singkat, hasil tangkapan menunjukkan perubahan jika dibandingkan tangkapan sebelumnya.
Hal serupa juga disebutkan oleh Arjuna Muhida, nelayan perempuan yang berhasil menangkap gurita dua ekor dengan bobot tangkapan rata-rata 1 kg.
“Saya berhasil dapat dua ekor dalam waktu singkat. Tadi sebenarnya bisa dapat lebih, tapi guritanya terlepas,” ungkap Arjuna dengan tertawa.
Menariknya, setelah itu hasil tangkapan mereka didata oleh enumerator atau pendata yang merupakan warga Desa Uwedikan, kemudian hasil tangkapan dibeli langsung oleh dua orang pengumpul yang ada di desa itu.