Ankara (ANTARA) - Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin mengatakan bahwa "ketertiban digital" diperlukan menyusul kerusuhan yang meluas pada akhir Juni yang dipicu kematian seorang remaja oleh polisi.
"Kita harus melindungi anak-anak dan remaja kita dari layar...dan menghapus konten yang menyerukan kekerasan. Kita membutuhkan ketertiban digital untuk mencegah ledakan ini," kata Macron kepada media TF1 dan France 2 dalam konferensi pers bersama saat mengunjungi Kaledonia Baru.
Dia menyebut para pengunjuk rasa menggunakan media sosial untuk mengatur pertemuan dan kerusuhan, menambahkan "negara kami perlu kembali ke otoritas di setiap level, mulai dari keluarga."
Macron menyoroti bahwa penyebab aksi para pemuda selama kerusuhan berasal dari latar belakang sosial mereka, termasuk keluarga mereka dan situasi ekonomi.
“Bukan urusan pendidikan nasional, apalagi polisi untuk menyelesaikan masalah. Kita harus pergi ke akar dan membuat keluarga sadar akan tanggung jawab mereka," tambahnya.
Presiden Prancis itu juga berterima kasih kepada Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin dan otoritas setempat atas upaya mereka untuk memulihkan ketertiban umum setelah kerusuhan selama empat hari di akhir Juni.
"Menteri Dalam Negeri melakukan pekerjaan luar biasa, dan selama kerusuhan, kami melihat pekerjaannya yang efektif sebagai kepala kementerian," puji Macron.
Kerusuhan di Prancis
Aksi protes dimulai di Prancis pada akhir Juni ketika seorang polisi menembak mati remaja 17 tahun keturunan Aljazair Nahel M, saat pemeriksaan lalu lintas di kota pinggiran Paris, Nanterre. Insiden tersebut dilaporkan terjadi setelah ia mengabaikan perintah berhenti.
Menyusul tewasnya Nahel, ribuan orang turun ke jalan-jalan di Prancis.
Selama aksi protes yang terjadi beberapa kota, termasuk Paris, Marseille, dan Lyon, terjadi insiden perampokan dan penjarahan.
Macron menunjuk kemungkinan intervensi pada media sosial jika insiden seperti itu terjadi di masa depan, yang banyak dikritik oleh partai oposisi.
Sumber: Anadolu