Sambutan hangat pemandu wisata bernama Adrian, pria Sabahan--sebutan bagi warga lokal yang berasal dari Sabah--mengantarkan rombongan menuju sebuah lokasi wisata bernama Sungai Klias dengan menempuh perjalanan selama 2 jam dari pusat Kota Kinabalu.
Disuguhi lanskap pinggiran kota dengan beberapa rumah panggung penduduk khas Melayu serta suasana yang tenang, ia mengantarkan wisatawan asal Indonesia yang tergabung dalam “Familiarization Trip to Kota Kinabalu bersama AirAsia serta Sabah Tourism Board” menuju sungai yang berjarak 112 kilometer atau sekitar 2 jam dari Kota Kinabalu atau warga setempat menyebut KK.
Perjalanan selama 2 jam itu lantas berakhir ke sebuah "gang" dengan gapura bertuliskan "Klias River Cruise". Menyusuri jalan setapak di antara parit yang terdapat kapal kayu sederhana parkir dan rimbunnya pepohonan, seakan mengantarkan pengunjung menuju dimensi yang berbeda.
Namun sayangnya, di atas parit itu masih saja terlihat hasil ulah manusia yang sengaja membuang sembarangan sampah kaleng minuman.
Di ujung jalan setapak itu lantas ditemui sebuah pondok sederhana berbahan kayu. Sejumlah orang lantas menyapa rombongan dan menawarkan kudapan berupa pisang goreng, ubi goreng serta kue caca (kembang goyang) yang masih dalam keadaan hangat.
Apabila tertarik membeli minuman ringan lainnya, pengunjung dapat merogoh kocek sebesar RM3 atau hampir Rp10.000 (asumsi kurs 3.280 per RM).
Usai bersantap camilan penyambut, sang pemandu wisata mengarahkan untuk mengambil baju pelampung, pertanda tur susur sungai pun akan dimulai.
Atraksi monyet
Kapal bermesin tempel dengan sederet kursi itu lantas diisi satu persatu oleh belasan rombongan asal Jakarta. Sesekali terdengar teriakan akibat adanya guncangan yang menyebabkan kapal kayu sedikit oleng saat penumpang hendak duduk sehingga takut terjatuh ke sungai.
Air sungai berwarna cokelat dengan dikelilingi pepohonan yang menjulang tinggi menjadi pusat perhatian pengunjung, pasalnya di situ terlihat seekor monyet dengan ekor panjang berwarna abu-abu yang menunjukkan eksistensi seakan menyalami wisatawan.
Menyusuri sungai lebih jauh dengan cuaca cerah yang mendukung perjalanan, terlihat seekor monyet dengan hidung bulat memanjang dengan perut buncit tengah asyik mengunyah makanan hasil perburuannya. Benar, sosok hewan itu adalah bekantan yang menjadi salah satu ikon tempat wisata di Jakarta Utara. Tak lama kemudian, monyet itu lantas berlari seakan malu dan kemudian menghilang menembus hutan.
Di tengah perjalanan, sebuah kapal dengan rombongan yang berasal dari negara lain turut berjalan mengarah ke sebuah pepohonan yang nampak beberapa ekor bekantan, termasuk dua bekantan kecil yang asyik memanjat untaian ranting yang menggantung. Wisatawan-wisatawan itu lantas semringah, seakan puas melihat kawanan itu dari jarak yang cukup dekat.
Perjalanan kembali dilanjutkan, sejumlah satwa pun mulai menampakkan diri seperti burung rangkong atau enggang dengan paruh berbentuk tanduk sapi terlihat nangkring di atas pepohonan ditemani burung spesies lain. Suara-suara satwa itu menambah harmoni di hutan tersebut.
Tak ketinggalan, biawak pun turut menampakkan diri dengan menempel di sebuah pohon kelapa pada penghujung tur susur sungai itu. Satwa jenis lain yakni monyet daun perak yang berwarna abu-abu terlihat asyik mencari makan. Sekelompok satwa herbivora ini lantas berlarian dari satu pohon ke pohon lain seakan menunjukkan kelincahannya saat beratraksi di alam.
Melihat kunang-kunang
Perjalanan susur sungai sore selama kurang lebih 1 jam itu pun berakhir. Pengunjung lantas kembali ke pondok untuk selanjutnya menyantap makan malam yang disajikan dengan prasmanan. Tempat hidangan khas Melayu itu pun lantas dipenuhi antrean sejumlah wisatawan, termasuk wisatawan asing dari Tiongkok dan Korea Selatan yang tergabung dalam beberapa grup perjalanan.
Suasana yang mulai gelap sekitar pukul 18.30 waktu setempat menandakan perjalanan selanjutnya bakal dimulai. Tur kedua yakni melihat keindahan cahaya kunang-kunang. Rombongan lantas kembali ke dermaga untuk menyusuri Sungai Klias. Tak lupa, pengunjung disarankan menggunakan losion antiserangga agar terbebas dari gigitan nyamuk, salah satunya nyamuk malaria.
Suasana gelap gulita memang sedikit membuat bulu kuduk merinding, namun jangan khawatir. Setelah kurang dari 10 menit perjalanan, sebuah keajaiban ‘pohon natal’ akan menarik perhatian dan melenyapkan ketakutan itu.
Itu dia si serangga yang memancarkan cahaya dari perutnya menghiasi pepohonan. Sekelompok kunang-kunang itu pun lantas membuat terkagum-kagum karena kehadirannya yang memesona wisatawan.
‘Wah..wah. Bagus,” ujar salah seorang agen travel asal Jakarta.
Kapal tur lantas membawa wisatawan mendekat ke pepohonan, namun sayang, adegan tarian serangga yang memancarkan cahaya indah ini sulit diabadikan dalam kamera ponsel. Pengunjung hanya dapat menikmatinya dan menyimpan visual indah itu dalam memori di kepala.
Usai menyusuri sungai sekitar 30 menit, sesekali seekor dua kunang-kunang itu menghampiri layaknya memamerkan cahaya yang ia pancarkan serta menyampaikan salam perpisahan karena tur susur sungai harus diakhiri.