Washington (ANTARA) - Presiden AS Joe Biden diminta untuk mencabut sanksi terhadap Suriah secara bertahap setelah rezim Presiden Bashar Al Assad tumbang.
Permintaan itu disampaikan dua anggota DPR AS, Joe Wilson dan Brendan Boyle, pada Rabu (11/12).
Dalam sebuah surat kepada Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, mereka mengatakan bahwa AS seharusnya mengubah pendekatannya terhadap sanksi tersebut.
Pemerintah juga diminta memberlakukan pengecualian bagi sanksi yang terkait dengan rekonstruksi, pembangunan ekonomi, dan investasi asing.
Pencabutan sanksi, kata kedua anggota DPR itu, akan membangun citra positif AS di Suriah.
Kebijakan itu juga akan "membantu menyingkirkan kelompok-kelompok teroris" dengan memfasilitasi akses ekonomi dan keuangan bagi warga Suriah.
Mereka menilai jatuhnya rezim Assad memberikan kesempatan untuk membantu stabilisasi, rekonstruksi, investasi internasional, pemulihan kemanusiaan, dan reintegrasi internasional di Suriah, serta melindungi kepentingan keamanan AS.
Pendekatan ini, menurut mereka, harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap agar rezim Assad dan kelompok-kelompok teroris tidak dapat mengakses aset dan sistem keuangan internasional.
Selain itu, langkah ini juga bisa mendorong pemerintah transisi di Suriah untuk mematuhi norma-norma internasional.
Assad, yang berkuasa di Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok-kelompok pemberontak merebut Damaskus pada Minggu pagi.
Tumbangnya Assad juga mengakhiri kekuasaan Partai Baath selama lebih dari lima dasawarsa.
Menurut PBB, biaya rekonstruksi Suriah setelah 13 tahun dilanda konflik diperkirakan mencapai 1 triliun dolar AS (sekitar Rp16.000 triliun).
Pada 2019, Bank Dunia melaporkan bahwa rencana rekonstruksi Suriah memerlukan dukungan kuat dari komunitas internasional untuk menyelesaikan sengketa politik di negara itu secara lebih menyeluruh.
Sumber: Anadolu