Sorowako (ANTARA) - Catatan dari Sorowako, PT Vale dan Alam Bertukar Janji.
Di tengah deru ekskavator dan gelegar mesin peleburan nikel, siapa sangka ada bisikan angin yang lembut menyusuri dedaunan ebony dan sulur-sulur hijau di kaki bukit Himalaya. Ini bukan Himalaya yang menjulang di Asia Tengah, tapi "Hutan Himalaya" di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Gugusan hijau yang tumbuh kembali, menolak takdir menjadi debu tambang.
Jumat, 13 Juni 2025, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Dr. Raja Juli Antoni melangkah di antara pohon-pohon. Ia tidak datang sebagai tamu biasa, tapi sebagai saksi untuk melihat apakah benar industri tambang bisa menjadi pelindung hutan, bukan perampasnya.
“Pembangunan tidak boleh berhenti. Namun hutan juga tak boleh punah,” ujarnya.
Ya, yang dikunjungi oleh Raja Juli Antoni adalah arboretum Himalaya yang merupakan salah satu lokasi konservasi beberapa spesies tanaman lokal dan endemik serta fasilitas nursery modern di Taman keanekaragaman hayati Sawerigading Wallacea milik PT Vale Indonesia Tbk.
“PT Vale menunjukkan bahwa industri bisa bergerak maju tanpa mengorbankan kelestarian ekosistem," tambahnya.
Di balik semak dan ilalang, ada laboratorium kehidupan. Nursery modern berkapasitas 700 ribu bibit per tahun, tempat ribuan tanaman endemik seperti ebony, nyatoh, dan eboni sulawesi bertumbuh. Bukan hanya untuk menambal bekas tambang, tapi untuk memulihkan ekosistem yang lebih luas.
“Tidak ada kongkalikong. Tidak ada negosiasi kotor. Kalau regulator bisa menegakkan aturan dengan benar, dan swasta punya komitmen tinggi, maka ekologi dan ekonomi bisa berdamai,” ucapnya.
Menteri mengaku akan membawa "kisah Sorowako" ke meja kerja di Jakarta. Bersama Dirjen dan para pengambil kebijakan, ia ingin menjadikan praktik PT Vale sebagai acuan.
Sebuah lesson learned untuk membuat juknis dan regulasi baru yang berpihak pada hutan, tanpa mematikan geliat industri.
Vale telah menabur benih dan janji selama lima dekade terakhir, bahwa bumi bisa digali tanpa dilukai, bahwa logam bisa dicetak tanpa menebas akar.
Janji itu kini perlahan tampak dalam bentuk tunas-tunas yang tumbuh di atas lahan bekas tambang, dalam arboretum dan taman keanekaragaman hayati, serta dalam angka-angka yang menjelma hutan.
Akhir 2024, PT Vale mencatat telah menanam lebih dari 17 juta pohon di luar konsesi dan 5 juta pohon dalam konsesi. Dari Sabang hingga Toli-toli, bibit-bibit itu menyebar diam-diam, menjangkau 32 kabupaten di 5 provinsi.
Plt. Presiden Direktur PT Vale, Bernardus Irmanto, menyadari bahwa jalan ini bukan tanpa lubang.
“Kami memahami bahwa mewujudkan pertambangan yang berkelanjutan bukanlah tugas yang sederhana. Namun kami percaya, ini adalah tanggung jawab yang tak bisa ditunda. Kami tidak mengklaim telah sempurna, namun kami terus berupaya belajar, berbenah, dan melangkah maju agar kehadiran kami memberikan nilai nyata bagi masyarakat, lingkungan, dan negara,” tuturnya.
Menteri Raja Juli tak membawa pulang batu atau logam, tapi ia membawa harapan bahwa di tengah panasnya industri, masih ada tempat bagi akar dan ranting tumbuh. Bahwa di jantung tambang, hutan masih bisa bernafas.
Komitmen melalui aksi nyata, di area dalam dan luar wilayah konsesi yang mencapai luasan 3 kali lipat area yang telah di buka PT Vale untuk kegiatan pertambangan.
Sampai akhir 2024, terdapat 3.791 Hektare dalam konsesi dan 17.264 Hektare di luar konsesi.
Praktek reklamasi paska tambang secara progresif untuk meminimalkan luasan bukaan dan mengurangi resiko erosi dan sedimentasi. Lebih dari 60% lahan yang dibuka untuk pertambangan telah direklamasi.
“Kami meyakini bahwa keberhasilan industri tambang Indonesia di masa depan tidak hanya akan diukur dari seberapa besar kapasitas produksinya, namun juga dari sejauh mana kontribusinya dalam menjaga bumi, melindungi hutan, dan menyejahterakan masyarakat. Di situlah kami ingin terus mengambil peran,” terangnya.